Anak Yang Pengertian

Kevin itu semacam salah satu anugerah dari Tuhan yang jauh melebihi ekspektasi. Bagaimana tidak? Lha wong semasa kecil bapak dan ibunya nakalnya minta ampun sampai membuat heboh orang sekampung. Tapi ini anak kok pinter gitu. Kalau boleh jujur, terkadang aku bahkan merasa dia melampaui anak-anak seusianya dalam banyak hal.
Aku sering tertegun semacam tak percaya melihat tingkah polahnya yang tak pernah terbayangkan olehku sebelumnya.
Suatu ketika, dia bermain dengan teman-temannya. Melihat ada yang membuang sampah sembarangan membuat Kevin mengomel “buang sampah sembarangan” katanya sambil memunguti sampah yang berserakan di sekitar tempat bermain. Mbah dok (nenek) yang melihat Kevin seperti itu terpingkal-pingkal. Apalagi saat melihat Kevin mondar-mandir mendekap (jawa: mondong) sampah mencari tempat sampah tapi tidak menemukannya.
Tingkah-polah Kevin yang membuatku kagum tidaklah sekali dua kali saja melainkan banyak kali. Gusti Allah memang Maha Bisa membuat hambanya untuk tersenyum. Banyak hal yang diajarkan Allah padaku melalui Kevin. Dia semacam jadi mursyid kecil yang menggemaskan.
Aku dan Widut tidak pernah sembunyi-sembunyi menggunakan HP di hadapan Kevin. Kami biasa saja meletakkan HP begitu saja di lantai, kasur, meja, atau tempat lainnya tanpa berusaha menjauhkannya dari jangkauan Kevin. Hal ini kami lakukan untuk mengajari Kevin terbiasa menahan diri. Dia harus terlebih dahulu minta ijin jika ingin menggunakan HP milikku atau milik ibunya. Tidak boleh langsung serobot asal ada kesempatan. Demikian juga untuk nonton menggunakan laptop.
Sore tadi, ketika hendak sholat asar, Kevin menyalakan laptop milik ibunya. Tampaknya dia sudah mengantongi ijin untuk nonton. Saat akan memulai takbir, Kevin memanggilku. Dia memberitahu kalau tidak bisa tersambung dengan internet. Ibunya lupa menyalakan tethering di HPnya. Melihatku yang tetap melanjutkan takbir ternyata membuat Kevin memilih menunggu. Dia tidak mengadu pada ibunya yang sedang memasak di dapur. Yang membuatku tambah heran bercampur bahagia adalah Kevin tidak menyerobot HP yang kugeletakkan di kasur lantai tempat dia mau nonton. Padahal dia sudah ngebet banget pengen nonton.
Selesai sholat, aku segera menyalakan tethering HP milik ibunya. Setelah itu mengambil Qur’an.
Kevin nonton sambil ngemil keripik kentang. Sikon seperti ini paling strategis digunakan untuk masuk kedalam dunianya guna memberi wejangan-wejangan ringan tetapi mudah diingat. “Kevin pinter yo gelem nunggu abah sholat”, kataku mengapresiasi sebelum memulai membaca Qur’an.
Beberapa kali Kevin tampak berusaha mengajakku berinteraksi. Namun, setelah sadar aku sedang mengaji membuatnya mengurungkan niat. Memang biasanya aku menemaninya menonton untuk masuk ke dalam dunianya dengan cara membagi tokoh-tokoh dalam film kartun itu menjadi milikku dan milik Kevin. Misal saat nonton Robocar Poli aku akan mengakui si Max dan Cap adalah milikku atau aku berakting sebagi kedua tokoh tersebut. Sedangkah tokoh utama, Poli beserta tokoh yang lain diakui sebagai milik Kevin atau diperankan olehnya. Oleh sebab itu, jika ada tokoh milikku diperlukan akan membuat Kevin memberitahuku akan hal itu. Namun karena aku sedang mengaji, ia mengurungkan niat untuk memberitahuku jika ada orang yang butuh pertolongan di dalam adegan itu. “Keren cah iki” batinku, melihat Kevin bisa sepengertian itu.
Puncak kekagumanku pada Kevin sore ini adalah ketika dia tiba-tiba pergi ke belakang. Ketika kuintip, ternyata dia mengambil teko lalu menuangkan isinya ke dalam gelas dan meminumnya.
“Keren abis anak ini”, batinku sekali lagi. Padahal ibunya sedang memasak di dekatnya tapi dia memilih mengambil minumannya sendiri.
Selesai mengaji, aku mengajak Kevin toss. Dia tampak kebingungan. Mungkin dia mbatin “kok tiba-tiba diajak toss kenapa?”.

Anak Yang Pengertian

 

Aku menjawabnya lewat batin juga “Karena aku kagum padamu, nak.”.

Leave a Reply