Hamil Kebo Vs Hamil Kepompong

“Masa orang hamil segitunya?” Seorang teman meragukan kabar jika aku tengah tumbang dan tidak bisa bergerak banyak.

Lalu dia melanjutkan, “Wong si A, B, C saja waktu hamil dulu bisa kuliah kok. Bahkan si D kuat tuh wira-wiri motoran sendiri.”

Belum hilang rasa begah dan mual-muntah yang dihiasi dengan meludah nyaris setiap menit, tubuhku terserang gatal. Bedak talk tidak mempan. Obat telan tidak diperbolehkan oleh dokter. Mandi dengan larutan Dettol menjadi satu-satunya ikhtiar, suami membalurkan larutan Dettol pekat setiap menjelang tidur. Jangan tanya rasanya, perih.

Orang-orang kembali berkomentar, aku hanya curhat nggak jelas kepada suami, keluarga dan beberapa sahabat dekat tentang asam-manis yang kurasakan.

“Boros banget tiap hari beli buah…”

Satu. Aku nggak doyan makan, nyaris stres mikir apa yang harus kulakukan agar lambung tidak kosong karena apa yang kumakan muntah. Bau bumbu, muntah. Kerasa MSG, muntah. Makan coklat, muntah. Orang mengenalku tukang pilih makanan. Haish, pada nggak tahu saja bagaimana rasanya ngempet makan es krim dan mie ayam nyaris lima bulan lamanya. Ketika datang saat-saat tubuh berdamai pada usia kandungan 5 bulan, diajak suami makan mie ayam dan es krim rasanya sungguh bahagia tak terkira. 😂😂

Dua. Aku tumbang.
Skripsi dan segala hal kuabaikan. Mencuci pun suami yang melakukan. Full bedrest, tidak menerima tamu siapapun. Teman-teman yang ingin ketemu kuminta pending dulu daripada datang trus kutinggal tidur.

Komentar kembali berdatangan. Apatah lagi ketika melihat suami mencuci, wira-wiri kerja, wira-wiri cari buah, wira-wiri antar periksa sekaligus merawat istrinya yang mabok berat.
Sungguh WiDut ini istri yang tak tahu malu, wong tetangga sebelah yang usia kehamilannya sama saja tetap kerja.

“Kalo aku jadi suamimu… bla bla bla.”

Aku menjawab enteng, “Untung suamiku bukan kamu…”

Olala…. siapa juga yang milih hamil kepompong, tidur melulu… Asal tahu saja, aku seringkali diam-diam menangis tak tega si Kakak nyuci baju. Diam-diam merayu Gusti agar segera kuat, segera bisa memasak, nyuci, dlsb. Betapa, nikmat sehat tak terkira.

Maka, ketika usia kandungan 5 bulan. Aku mencoba untuk melakukan kegiatan ringan, sekedar menyapu dan memasak simpel meski harus menahan mual karena bau bumbu, harus tiduran dulu sebelum melanjutkan pekerjaan ringan yang lain.

Empat. Tak perlu lagi kutulis apa komentar-komentar orang lain. Sebab ada hal yang lebih urgent, ikhtiar untuk calon anak dan tawakal sepenuhnya….

Hamil kepompong dan hamil kebo, sungguh bukan sebuah pilihan. Kami hanya melalui apa yang telah digariskan. Iktiar sepenuh peluh dan bertawakal. Berusaha tidak bertanya ‘mengapa’.

Hamil kepompong dan hamil kebo bukan sebuah hal yang pantas untuk diperbandingkan. Sama-sama menuai pahala. Sama-sama masa-masa tirakat, yang dhawuh yai, harus dimaksimalkan sebagai wujud ikhtiar untuk memperoleh keturunan yang sholih-sholikhah.

Bukan nyinyiran yang kami butuhkan, bukan sindiran, apatah lagi tatapan tak percaya seraya membandingkan dengan beberapa orang yang mengalami masa kehamilan yang terbilang mudah, tetapi support untuk melalui masa-masa ikhtiar yang terbilang sulit.

Robbi Habli Minash-shaalikhiin…

Leave a Reply