Ketika Bumil Baper

Masa sih sampe nggak bisa nyuci?
Bumil nggak boleh malas, kasihan bayinya!
Lihat tuh, si X nggak bisa diam dari tadi. Apa-apa dikerjakan. Lha kamu?
Kamu ngapain aja di rumah? Nggak pernah keluar. Tidur ya?
Blah blah blah…

Pernah mendapatkan pertanyaan semacam ini? Nyesek, ya. Atau malah menjadi orang yang selalu bertanya seperti itu? Kepo banget sih… Moga aja nggak, deh, asli jenis orang ini adalah jenis orang menyebalkan yang bisa membuat bumil makan beras mentah saat nyuci beras saking gemasnya. Ini mah WiDut doang kali. Hahahaha.
Trimester pertama dan kedua adalah saat super prihatin. Muntah, lemas, panas menjadi rutinitas sehari-hari. Sampai-sampai suami nggak berani meninggalkan dalam waktu lama. Aku harus dijaga jika nggak mau tetiba tepar di kamar. Jangankan masak, sekedar makan pun harus diantar ke kamar. Hingga datang trimester kedua, bukannya membaik, tubuhku malah gatal dan demam tinggi. Jiaaahhh. Gagal deh ambisi untuk membuktikan ke orang-orang jika aku juga bisa mandiri seperti si X. Fokus ke pengobatan luar untuk menghilangkan gatal, dari tabur bedak hingga mandi dengan Dettol. Perih? Banget. Tetapi demi sembuh dari gatal, rutinitas itu kulakukan setiap hari. Bahkan beberapa kali dibalur bengle, rempah-rempah semacam jahe yang baunya harum. Nuruti tetua yang berasumsi bahwa aku kena sawan. Eh.
Aku memilih untuk mengabaikan blah blah blah yang membuat hati orang melankolis maknyess, fokus ke janin yang membutuhkan suplai lahir batin. Fokus hunting buah agar perut tetap terisi dan berat badan naik. Biarkan kantong suami terkuras. Lupakan dulu perkara irit-iritan. Targetku cuma satu; bebas warning kurang gizi dari bidan!
Perjuangan menaikkan berat badan sebanyak enam kilogram dan lingkar lengan dua centimeter benar-benar bukan perkara yang mudah. Sampai-sampai aku mengadu ke Robbuna; gemukkan dan sehatkan, ya Rabb…
Pernah berdoa seperti itu? Aku baru kali ini saat hamil. Biasanya mah bersyukur luar biasa karena tetep langsing meski makannya banyak. Di luar sana betapa banyak yabg rela diet ketat untuk mengontrol berat badan. Heuuu.
Menginjak trimester ketiga, bulan ketujuh, tubuhku mulai kuat dan berat badan perlahan naik, lingkar lengan aman di titik dua tiga centimeter. Perkara lain datang, aku nggak sanggup tidur miring ke kanan dalam jangka waktu yang lama karena akan membuat perut kanan atas sakit. Nyeri seperti terkena api. Bahkan seringkali merembet ke punggung. Nyiksa? Dinikmati saja, tugas suami lah yang memijat tiap malam.
Periksa ke bidan, beliau berkata jika itu adalah hal yang wajar. Nggak puas dengan jawaban bidan, aku browsing ke google. Hasilnya menyeramkan, tanda-tanda yang kutemukan adalah tanda-tanda pre ekslampsia. Oh Robbuba, apalagi ini…
Komentar orang semakin santer, sebab aku kembali mengurangi aktivitas. Jangankan pethakilan mengerjakan berbagai hal, sekedar ngepel dan cuci piring saja nyeri di perut bagian atas kumat. Saat mereka ngoceh, aku tak lagi diam, tapi langsung nyaplok; “Kamu tahu rasanya nggak sih? Blah blah blah, awas nanti kalo kamu hamil nggak usah sambat jika mengalami hal yang sama.”
Pada saat yang sama, tetiba suami mendapatkan panggilan untuk mengerjakan project di Pati. Terancam LDRan. Aku mensugesti diri dengan mengajak dekbay berbincang; Abah sedang di luar kota, plis, jangan manja…
Berhasil, keluhan berkurang. Kumat lagi jika suami pulang. Aduh, Nak, anak Abah banget. Hahahaha.
Khawatir terjadi apa-apa, aku pun periksa ke spesialis Obgyn ditemani Ibu. Dokter menyatakan jika kondisiku baik-baik saja. Sehat wal afiat. Hanya butuh istirahat dan menghentikan aktivitas ketika nyeri kumat. Nyeri tidak bisa dijadikan parameter pre ekslampsia. Tuh, Kan… siapa juga yang nyuruh ngandelin google.
 Sudah berhentikah ocehan ketika aku mulai terlihat biasa? No! Masih terus berlanjut.
Kok perutnya kecil? Itu gedhe lho…
Kok belum lahiran? Itu maju tiga minggu lho… 
Kok…. pfffftttttt.

Nah, siapa juga yang nyuruh baper ketika mendengar orang yang ngoceh? Percayalah, pertanyaan semacam itu akan selalu ada selama stock orang kurang kreatif masih bertebaran. Bersiaplah untuk menjumpai pertanyaan kurang kreatif di periode berikutnya. 😂😂


2 thoughts on “Ketika Bumil Baper”

Leave a Reply