Menikah, Mengubah Segalanya?

“Kuatir ganggu kamu sama suami.”
“Ah, sekarang kan sudah ada suami. Sudah nggak perlu aku lagi.”
“Sekarang kan ada suami. Lupa…”

Sekelumit percakapan yang nangkring pasca menikah.
Nada-nada skeptis yang seringkali membuatku garuk-garuk kepala. Bertanya-tanya, apa sih yang ada di pikiran kalian?

Well, keputusan menikah memang tidak hanya berdampak pada daku seorang. Beuuu. Ge-er! Waktuku lebih banyak untuk urusan keluarga. Mengurangi beberapa hal yang sekiranya bisa menyebabkan keluarga terbengkalai. Pengorbanan? Lha wong karir saja butuh pengorbanan yang tak sedikit, apalagi keluarga.

Tetapi, oh, apakah harus senyinyir itu dengan orang-orang yang menikah duluan?
Sedih!

Apakah pantas menjudge jika suami/ istrinya pelit saat tetiba ijin segera menyudahi pertemuan karena ada yang menunggu di rumah? Padahal suami/ istrinyalah yang begitu repot dengan apa-apa yang terjadi pada dirinya.

Apatah lagi menyimpulkan bahwa si X setelah menikah jadi sombong hanya lantaran lambat menjawab chat/ sms. Padahal belum paham apa penyebab si X lambat menjawab sms. Urusan orang berkeluarga tidak sesimpel yang kubayangkan saat betah menjomblo dulu. Its crowded but very interesting!

Ada tantangan tersendiri untuk memecahkan setiap masalah yang dihadapi. Ada pertimbangan rumit untuk menjawab chat atau sms sesuai dengan prinsipnya masing-masing.

Ada yang memutuskan untuk menjawab sms ketika moodnya sedang baik, agar kata-katanya tidak melukai orang lain.

Beberapa memutuskan untuk stop komunikasi dengan lawan jenis, dan meminta istri/ suaminya menggantikan peran menyambung silaturahim untuk menjaga perasaan pasangannya. Jika sedang LDRan sms/ chat dari lawan jenis yang bukan urusan pekerjaan atau urusan genting lainnya hanya sekedar di R tanpa ada umpan balik.

Masing-masing punya cara khasnya sendiri, dan mau tidak mau harus dimaklumi hal itu.

Serumit itu?
Iya, di luar sana sudah banyak contoh bertebaran yang bisa diambil hikmahnya. Tentang lika-liku kehidupan yang Ia Ciptakan berwarna-warni. Percayalah, setiap orang ingin menjalankan perannya sebaik mungkin, seseimbang mungkin. Jika pun ada yang terlewat, maafkanlah, barangkali ia harus terus belajar untuk memerankan segalanya dengan sebaik yang ia bisa.

Leave a Reply