Pandemi Belum Usai, Kemana Perginya Empati?

 Kukira pandemi hanya berlangsung satu tahun saja, yang aku bayangkan saat itu sudah terlalu lama. Nyatanya, di bulan Juli 2021, 1.5 tahun sejak pandemi berlangsung, kasus covid-19 justru semakin menggila. Sayang, melonjaknya kasus covid-19 enggak dibarengi dengan meningginya empati. Aku paham, sudah lelah rasanya menjaga 5M, terutama mencuci tangan. Padahal sekarang sudah banyak yang praktis seperti lifebuoy hand sanitizer.

Hoax yang Tak Kunjung Lenyap

Enggak ngerti kenapa hoax-hoax semakin hari semakin ajaib, yang dipikir oleh otak awam pun rasanya terlalu mengada-ada. Dari vaksin yang mengandung chip hingga vaksin yang membuat kandungan mengering alias tidak bisa hamil lagi.
Di tengah perjuangan tenaga kesehatan dengan pasien yang semakin membludak, orang-orang nir empati justru gencar menyebarkan berita yang membuat nyali ciut dan enggan vaksin. Iya, sih, ada evek samping vaksin yang harus diakui tidak sama untuk setiap orang. Tetapi, bukankah jauh lebih banyak yang merasakan manfaat vaksin.

Pernah Terinfeksi Covid-19 Tidak Otomatis Memiliki Empati

Merasakan bagaimana engapnya bernafas saat terinfeksi covid tidak lantas membuat survivor itu memiliki empati. Apalagi jika kebetulan asymptomathic alias tidak bergejala, ada yang pongah koar-koar bahwa covid tidak berbahaya dan mengajak orang-orang untuk hidup seperti biasanya.
Feeling glomy.

Rasanya tuh, Gusti Allah. Semakin banyak saja yang harus kusembunyikan storynya demi kewarasan diri. Agar diri ini enggak merasa sakit hati karena membaca story ngaconya setiap hari.
Enggak sedikit yang menganggap bahwa covid dibesar-besarkan. Padahal terpampang nyata para nakes kewalahan. Bahkan kejamnya, menuduh bahwa nakes hanya bersandiwara karena semua itu dibayar.
Innalillahi. Kemanakah hilangnya empati?
Kelak, jika kamu membaca blogpost ini ketika pandemi sudah usai, bersyukurlah sepenuh kepada Rabbuna atas usia yang panjang dan penuh barokah. 

Leave a Reply