Sayap-sayap Mawaddah; Ilmu, bukan Tabu

“Iki penting, Nduk… Kowe suk yo ngalami.” 1 Dhawuh yai suatu malam, saat aku berada di hadapannya untuk membahas kitab Maratus Sholikhah. Mukaku bersemu merah, sangat kentara terlihat salah tingkah lantaran pembahasan kali itu merupakan hal yang sensitif; tentang kebutuhan pasangan suami-istri.
Hal Penting yang Dianggap Tabu
Yai mewajibkan aku mengaji kitab Maratus-Sholikhah sebelum mengaji kitab-kitab yang lain.Aku membutuhkan waktu nyaris satu tahun untuk mengaji kitab hijau yang tebalnya tak lebih tebal daripada buku saku UUD 1945. Semua perihal kerumah tanggaan dibahas disana, blak-blakan, termasuk perihal yang dianggap tabu; kebutuhan seks.
Barangkali, dulu aku mengaji dengan sedikit perasaan risih. Apatah lagi jika terkait dengan memuaskan pasangan saat berhubungan badan. Tetapi, kini aku menyadari betapa yang dulu kuanggap tabu, ternyata sangat sentral pengaruhnya bagi ketentraman rumah tangga.
Mawaddah. Sesuatu yang didengung-dengungkan setiap kali mengucapkan selamat pernikahan. Perasaan cinta yang terkait dengan fisik; gairah terhadap lawan jenis yang bisa menjadi ladang pahala setelah terikat aqad.

Salah Satu Penyebab Perceraian

Ketidakpuasan suami terhadap istri, atau istri yang tidak puas akan pelayanan suami menjadi hal sensitif yang bisa menyebabkan perceraian. Ketidakpuasan akan keberadaan pasangan beresiko membuat suami/ istri tersebut mencari kepuasan di luar yang berujung perselingkuhan, bahkan kehancuran rumah tangga.
Minimnya ilmu yang dimiliki oleh pasangan suami-istri menjadi salah satu penyebab timbulnya ketidakpuasan ini. Istri tidak faham bagaimana cara melayani suami, atau sebaliknya. Diperparah oleh tidak adanya komunikasi diantara keduanya karena menganggap hal tersebut adalah hal tabu yang pantang diperbincangkan. Padahal ada adab-adab serta cara-cara tertentu yang bisa dipelajari tentang kebutuhan biologis mendasar ini.
Pentingnya Ilmu Pranikah

Santriwati pondok biasanya diberikan materi tentang pernikahan pada saat menginjak usia baligh, usia-usia Sekolah Menengah Pertama. Kitab Uqudullijain, Maratus-Sholikhah, Adabul Mar’ah menjadi santapan sehari-hari. Santriwati dipersiapkan untuk menjadi istri, ibu bagi anak-anak, sekaligus ibu rumah tangga. Berbagai ilmu tentang mendidik anak dan kerumahtangaan disampaikan oleh yai atau ustadz secara intensif. Khatam, selesai pembahasan, satu kitab dasar, beralih ke kitab lain yang lebih mendalam. 
Setelah menikah, aku seringkali mendapati cerita tentang ketidakpuasan yang berujung perselingkuhan. Tentang seorang perempuan yang mengajukan gugatan karena suaminya tidak bisa memenuhi kebutuhan batinnya. Perempuan lain yang entah bagaimana bertutur tentang aib rumah tangganya di sebuah grup facebook yang langsung kutinggalkan begitu menjumpai cerita yang tak layak… cerita yang seharusnya ditutup rapat-rapat malah menjadi bahan diskusi, dan apesnya ditanggapi dengan cerita tentang kelebihan suami anggota yang lain.
Sungguh, minimnya ilmu bisa menjadi bumerang.
Tentu saja aku tidak mau jika ini terjadi pada rumah tangga kami, pun orang-orang tersayang…
Aku nggak pernah ngaji, Dut… Nggak ngerti hal begituan, ” keluh seorang sahabat ketika aku merekomendasikan kitab Maratus Sholikhah untuk bekal sebelum menikah.
Percakapan senada kerap mampir dalam keseharian. Lhah iya, kan ada yang nggak sempat menikmati bangku madrasah, belum pernah ngaji, bahkan nggak kenal cara membaca kitab-kitab itu. Buku-buku yang kujumpai selama ini rata-rata membahas tentang kebutuhan biologis dengan dangkal.

Sayap-sayap Mawaddah menjawab Kegelisahanku selama ini.

Sayap-sayap Mawaddah; Ilmu, bukan Tabu
Akhirnya, aku menemukan buku yang menjawab kegelisahan tentang kitab pra nikah dan teman-teman yang belum terbiasa dengan dunia per-kitab-an. Buku yang ditulis oleh kak Riawani Elyta dan kak Afifah Afra membahas tentang seluk-beluk Mawaddah yang selama ini dibahas dengan dangkal karena dianggap tabu.
Sebuah buku yang bisa menjadi hadiah pernikahan paling berkesan, sebab ilmu-ilmu yang ada di dalam buku ini akan menjadi bahan diskusi yang hangat bersama pasangan untuk dipraktikkan bersama, sekaligus menjadi panduan ketika menjumpai berbagai masalah dengan bahasa yang lembut tanpa terkesan vulgar.
Buku ini menjawab kekhawatiran teman-teman yang belum diberi kesempatan untuk mengaji kitab-kitab pranikah. Buku yang bisa dibaca sendiri dan terbebas dari salah tingkah lantaran menahan malu. 
Buku yang dilengkapi pembahasan medis seksualitas dari seorang dokter, dr Ahmad Supriyanto, yang tentu saja akan menjadi ilmu tambahan yang akan menjadikan rumah tangga semakin harmonis dan penuh cinta. Meminimalkan kesalahpahaman lantaran minimnya ilmu tentang pernikahan. Menambah keberkahan dalam rumah tangga yang memilin benang-benang rahmah.
Semoga!

NB: Eh, kalian yang mau nikah, tapi nggak sempat ngaji kitab pra nikah, atau yang sudah tak jomblo lagi, ingin nambah ilmu lagi tentang pacar halal, ehemmm, hunting buku-buku ini, deh, Infonya ada di bawah. Jangan nodong  WiDut. Beli sendiri atau minta beliin si dia! 😀
Sayap-sayap Mawaddah; Ilmu, bukan Tabu
1. Ini penting, Nduk. Kelak kamu akan mengalami.

Leave a Reply