Suatu Hari, Kita Cerita Lagi Apa yang Kita Lewati di Masa Pandemi

Dua ribu dua puluh sudah masuk bulan ke delapan dan aku masih meraba-raba apa yang terjadi pada tahun ini. Rasanya seperti mimpi, bagaimana makluk sekecil itu, yang melihatnya harus dengan mikroskop canggih ribuan kali pembesaran, mampu memporak-porandakan semua lini kehidupan.

Tidak ada yang tahu, tidak ada yang bisa meramal kapan semua ini berakhir. Maha Suci Robbuna yang telah Menciptakan segala sesuatu di muka bumi, yang membuat kami merenung kembali betapa tidak berdayanya kami. 
Suatu Hari, Kita Cerita Lagi Apa yang Kita Lewati di Masa Pandemi
Lebaran di tengah pandemi, masak sambel ati sendiri di perantauan, dimakan sendiri 🙁

Masa Kemarahan dan Ketakutan

Tinggal di kontrakan sepetak, dengan anak usia empat tahun yang dominan kinestetik, sangat tidak mudah untuk tetap #DirumahAja. Marah? Pasti. Marah dengan ketidaksigapan pemerintah. Marah dengan keabaian orang-orang. Marah dengan orang-orang yang menertawakan Corona.
Sungguh, ini bukan lelucon. Tetapi orang yang meremehkan, menertawakan, bahkan menuduh konspirasi bertebaran.
Fase dimana ketakutan di ubun-ubun. Jelang puasa saat itu, sabun, hand sanitizer, masker, bahkan wipol sekalipun menjadi barang yang sangat langka. Penyemprotan dilakukan dimana-mana. Empon-empon tiba-tiba menjadi ratu pasar yang dicari.
Masih segar di ingatanku ketika aku menjadi sangat penakut. Semua aktivitas kulakukan di dalam rumah. Dengan ketakutan yang terus mencengkeram, aku meminta abah K untuk bisa menginap di kantor sementara waktu selama team masih WFH.
Demi kewarasan, demi si K yang kinestetik.
Masih segar di ingatanku, ketika kami memutuskan untuk tidak mudik di hari lebaran. Pertamakali kami tidak menikmati lebaran bersama keluarga tersayang. Hanya berjarak 1 jam perjalanan, tetapi banyak sekali yang dipikirkan jika tetap ingin mudik. Banyak yang harus dipersiapkan untuk diijinkan masuk ke wilayah, dari surat sehat puskesmas hingga tempat untuk karantina selama 14 hari lamanya.
Aku menangis malam takbiran hingga hari pertama lebaran. Sangat tidak mudah melewati Ramadan dan Lebaran yang berbeda dari biasanya. Ramadan yang sepi, tanpa hingar bingar petasan dan tarawih. Ramadan yang membuat kami merenung, dengan berita kematian akibat Covid-19 yang berseliweran setiap hari. Gusti…

Masa-masa Menerima, Its a New Normal Life!

Juni 2020, saat lebaran sudah usai dan aku sudah mulai menerima keadaan yang serba terbatas, aku mulai menikmati keadaan baru. Tidak lagi mengungkung diri di rumah, tetapi kehidupan juga belum balik seperti dulu lagi. Kehidupan di dalam rumah masih sama, penuh kehangatan, penuh canda tawa dan ide-ide untuk menikmati kehidupan. Tetapi tidak untuk kehidupan di luar, masih banyak batasan-batasan yang pantang kami tabrak.
Jagad Covid-19 di Indonesia memasuki fase baru yang ditandai dengan munculnya sosok cantik di tim komunikasi Gugus Tugas Indonesia; Dokter Reisa Broto Asmoro. Nafas baru di dunia covid Indonesia, yang sebelumnya hanya diisi oleh pak Yuri. Setidaknya, meski penanggulangan Covid belum terlihat titik ujungnya, pemerintah mula .
New normal life, babak kehidupan yang baru. Mulai menikmati kehidupan tetapi tetap dalam protokol kesehatan pencegahan penularan Covid. Kalau dipikir terus-terusan, setengah tahun di tahun 2020 memang dilewati dengan kesedihan, tetapi sampai kapan?
Menikmati New Normal Life
Hidup harus tetap berjalan. Hidup harus tetap berdaya. Jika memang covid-19 masih terus menghantui, semoga kami-kami yang sedang berjuang untuk bertahan hidup di tengah terpaan wabah ini mengisi waktu dengan sebaik-baik amalan. 
Aku mulai menata hidup. Mulai kembali memikirkan apa yang bisa diperbuat untuk orang-orang sekitar. Bergandengan tangan menghadapi dampak pandemi Ah, come on! Suatu saat ketika pandemi ini sudah berakhir dan kamu membaca tulisan ini; selamat! Kita sudah melewati babak kehidupan yang cukup berat di tahun ini.
Mulai kembali bekerja dengan penuh semangat Mengisi hari-hari dengan hal-hal yang produktif. Lalu, Allah Menitipkan makhluk keren di rahimku… melewati hari-hari yang tidak mudah dengan tetap bersyukur. Berulangkali ngedrop karena muntah, mual dan gejala khas trmester pertama, tetapi semoga tidak mengurangi rasa ridha dan syukur.
Alhamdulillah, semoga tercatat sebagai amal kebaikan yang tidak putus pahalanya.
Mulai mengajak si K kembali berpetualang di luar, tetapi memilih tempat-tempat yang masih sepi dan tidak banyak orang berlalu-lalang. Mulai kulineran, mencari tempat yang sepi. Mulai jajan dan belanja, saling menguatkan untuk menghadapi dampak pandemi.

Leave a Reply