Setiap kuajak jalan-jalan di komplek candi, museum, atau tempat lainnya, Kevin mesti berteriak histeris jika mendapati ada patung manusia di sana. Ia tidak pernah setakut itu jika bertemu dengan patung hewan sebesar dan semengerikan apapun itu, kecuali patung hewan itu sedang membuka mulut dan muat untuk dimasuki tubuh mungil si K. Kalau patung hewan yang sedang mangap seperti itu biasanya juga akan membuatnya girap-girap.
Saat kuajak bertandang di museum dirgantara Yogyakarya, Kevin malah berlari menjauhi pintu museum. Alasannya, ia ingin melihat helikopter yang berada di depan museum. Aku bujuk berkali-kali untuk masuk museum dulu baru lihat helikopter namun ia tetap bergeming. Usut punya usut ternyata dia takut dengan patung pejuang yang ada di depan pintu museum. Aku tersenyum kecut menyadari anak yang belum genap 3 tahun sudah pandai mencari alasan. Walhasil, agar dia mau ikut masuk museum harus digendong.
“Cengklek, Abah. Cengklek…”, Rengeknya saat melihat patung manusia.
Di komplek kerajaan Ratu Boko, Candi Prambanan, bahkan Borobudur pun, aku kebagian gendong si K sepanjang perjalanan menikmati obyek wisata. Karena nyengklek Kevin membuat tanganku bisa sampai mati rasa, aku sering memintanya untuk naik ke atas pundak guna menghemat tenaga biar tidak tekor energi.