Apa sih tujuan menikah itu? Menuruti perasaan cinta? Menuruti Syahwat? Atau menuruti nafsu?
Kyai Ahmad Asrori Al-Ishaqi (R.A) dhawuh, orang menikah itu jangan karena menuruti perasaan suka atau senang, jangan karena faktor kepingin, apalagi karena faktor kebelet menikah. Karena, senang, kepingin, dan kebelet itu mempunyai batasan. Ada durasi waktu tertentu, setelah itu hilang. benar tidak?
Seberapa kuat rasa senang atau suka itu jika tidak dilandasi dengan keimanan? Wajar kalau masih haram (masa pacaran dan belum resmi menikah) perasaan senang atau suka itu menggebu. Kemana-mana inginnya selalu dekat dan mepet, naik angkot pun ingin mepet padahal masih banyak tempat kosong. Bahkan sampai ada kalimat ampuh, “Meskipun di kolong jembatan, asal berdua, rasanya dunia ini seperti milik kita berdua”. Rasa suka atau sayang saat masih haram tersebut didorong oleh nafsu serta dipoles dengan hiasan keindahan oleh para pakar dan master Syaitan. Jadi wajar kalau perasaan itu terasa menggebu.
Perasaan yang menggebu sebelum masa halal itu ada batasnya. Terkadang, ketika salah satu fokus pada suatu aktivitas, lalu tersenggol pasangannya yang sudah sah malah marah-marah, “sana-sana! menjauh! mengganggu saja.” Kenapa hal ini bisa terjadi? Karena pernikahan yang dibangunnya tidak dilandasi dengan keimanan.
Idealnya menikah itu untuk apa? Untuk memenuhi kebutuhan. Apa yang dibutuhkan? Yang dibutuhkan adalah kecocokan hati. Bukan kecocokan nafsu yang sering tertipu oleh kecantikan, ketampanan, kepintaran, kekayaan, dan jabatan. Bagaimana bisa menemukan orang yang cocok dengan hati? Bersimpuh dan menangislah kepada Allah seraya berdoa,
“Ya Allah, kondisi hamba kok masih seperti ini saja, ya Allah. Tidak menjadi lebih baik. Belum bisa Istiqomah, belum bisa thuma’ninah. Ini kekurangan hamba, ya Allah, ini kelemahan hamba ya Allah. Namun, hamba punya keinginan, ya Allah. Keinginan untuk hidup dengan seorang pendamping. pendamping hidup yang dapat memenuhi, mengisi, melengkapi segala kekurangan hamba, ya Allah. Agar bisa istiqomah dan thuma’nimah ketika menghadap kehadiratmu”.