Memiliki anak yang sulit diajak makan itu memang susah. Apalagi kalau tubuh anaknya kurus. Nasehat dari teman, tetangga, saudara, bahkan mertua bisa terasa panas di hati karena merasa disudutkan atau merasa dianggap tidak becus ngasih makan mengurus anak. Padahal itu berupa nasehat bisa disalah artikan begitu. Apalagi kalau sampai digosipkan sama bu Tejo seperti di film Tilik itu.
Aku punya cerita. Ini berdasar pengalamanku pribadi.
Dulu, anakku Kevin itu juga susah kalau disuruh makan. Sudah dimasakin macam-macam sama ibunya tetap saja makannya ogah-ogahan. Paling-paling mau sesuap atau dua suap kemudian dihempaskan begitu saja. Dipaksa? Ditendang piringnya.
Waktu itu, kami berusaha menaikkan nafsu makannya dengan bantuan kak Seto suplemen. Tapi aku lupa apa nama suplemennya. Kalau tidak salah, kami juga pernah beberapa kali nyekoki (memberi minum dengan paksa) dia perasan kunyit dengan harapan nafsu makannya bertambah. Namun sepertinya kedua hal itu tak begitu berpengaruh. Kami tak melanjutkannya.
Seiring berjalannya waktu. Di usia pernikahan kami yang ke enam tahun. Kami baru menyadari kalau penyebab susahnya Kevin disuruh makan itu adalah karena dia suka ngemil. Dari pengamatan laboratorium kami, jajanan yang paling bertanggungjawab meruntuhkan nafsu makannya Kevin adalah yang berbahan dasar terigu seperti biscuit, wafer, astor, dan sejenis kukis-kukis. Paling banyak yang rasa manisnya sangat tajam.
Kalau masalah ngemil, Kevin jagonya. Memang tampak menyenangkan melihat dia lahap makan makanan ringan seperti biscuit, kacang atom, wafer, astor, dan jajanan khas anak kecil lainnya. Namun kalau urusan makan nasi dia sangat susah. Kata orang-orang, sih, tidak apa-apa. “Yang penting mau makan”, kata mereka.
Kami menyadari bahwa kebiasaan ngemil yang bertanggungjawab atas turunnya nafsu makan Kevin setelah setahun menjalani pola makan Food Combining (FC). Semenjak menerapkan pola makan FC, kami tidak lagi nyetok jajanan di rumah. Membelikan jajan Kevin secukupnya saja.
Kebiasaan ngemil itu dijiplak dariku. Aku selalu punya stok camilan yang siap menemaniku rebahan kerja di rumah. Entah itu sekedar kacang kulit, kerupuk, keripik, gendar, atau snack seharga 500an. Kalau pas malam hari kehabisan camilan, biasanya aku sampai nekat mencuri makan mie instan mentah. Sebelum mie itu kumakan mentah-mentah, biasanya akan kuremas-remas sampai menjadi pecahan kecil-kecil kemudian kucampur dengan sedikit bumbunya. Sialnya Kevin juga suka.
Setelah aku menyadari terkena GERD, kebiasaan ngemil itu aku tingkatkan tinggalkan. Stok camilan di rumah ditiadakan. Otomatis Kevin juga tidak bisa ngemil seperti dulu lagi. Mau tidak mau dia harus menyesuaikan dengan kebiasaan baru kami. Camilannya diganti dengan buah-buahan dan sayur. Dia masih boleh beli jajan seperti biasa. Hanya porsinya saja yang dikurangi untuk diganti dengan buah dan sayur.
Setelah kurang lebih berjalan setahun, kami menyadari ada perubahan yang luar biasa pada Kevin. Nafsu makannya bertambah pesat. Selain porsi makannya yang bertambah, frekuensi minta makannya juga bertambah. Ibunya terkadang sampai kualahan melayaninya. Rasanya baru saja habis disuapin lalu ditinggal kerja sebentar sudah minta makan lagi. Begitu terus berulang-ulang.
Berdasar pengalaman itu, aku berusaha menyimpulkan bahwa penyakit turunan itu tidak hanya diturunkan secara genetik belaka melainkan dari penurunan pola makan amburadul dari orang tua ataupun nenek moyangnya.
Kalau dulu ibunya cemas memikirkan anaknya susah makan sekarang berubah 180 derajat menjadi cemas anaknya kebanyakan makan. 😂 Dia sampai curhat di mana-mana untuk memastikan perilakunya Kevin itu masih dalam ambang batas kewajaran.
Ada beberapa kesalahan kebiasaan yang menurutku sangat banyak dilakukan oleh orang tua anyaran yang panik bahkan depresi melihat anaknya susah makan yaitu sesuai tahapan berikut ini:
- Anak suka ngemil menyebabkan nafsu makannya menurun
- Anak diberi obat penambah nafsu makan agar gairah makannya bertambah. Akan tetapi, camilan tetap dibiarkan jalan
- Setelah dikasih obat penambah nafsu makan ternyata anaknya tetap susah disuruh makan maka membuat orang tuanya semakin panik. Kemudian biasanya ibunya akan memasak apa saja sekiranya disukai anaknya. Jurus “asal mau makan” diterapkan tanpa mempertimbangkan kebutuhan gizi.
- Ketika tahapan ketiga diatas dirasa hasilnya kurang memuaskan ditandai dengan tubuh anaknya masih saja tetap kurus maka biasanya akan diberikan susu dengan harapan bisa memacu berat badan
- Ketika tahapan keempat dinilai gagal juga maka biasanya orang tua sudah semakin kehilangan kendali. Saran apa aja akan dilakukan. Seringkali mereka beranggapan semakin banyak gizi yang diberikan maka semakin bagus untuk tumbuh kembang anak. Padahal sebetulnya malah sebaliknya. Ditandai dengan anaknya menjadi rentan terkena penyakit. Misalnya mudah batuk, pilek, panas, demam, diare, dan lain sebagainya. Kalau sudah begini, biasanya yang dijadikan kambing hitam adalah makanan tertentu. “ALERGI MAKANAN” katanya. Padahal sebetulnya karena tubuhnya tidak kuat dibombardir tumpukan gizi berlebihan setiap hari.
Aku melihat banyak yang tidak menyadari kalau camilan adalah salah satu penyebab dompet kempes nafsu makan turun bahkan hilang. Oleh sebab itu, aku berusaha berbagi pengalaman ini dengan harapan bisa bermanfaat bagi para pembaca semuanya.
Kelima tahapan yang disebutkan di atas kutulis berdasar pengamatan pada orang tua yang tinggal di sekitarku. Mohon dikoreksi jika ada yang dirasa kurang sesuai.
Tulisan ini adalah murni perspektif dariku sebagai pengamat istri dan anakku. Mungkin saja istriku memiliki perspektif berbeda dari sudut pandang pelaku. Biar nanti dia menulis sendiri hal itu.
Akhir kata.
Selamat tahun baru hijriyah 1442.
Semoga kita menjadi orang tua yang lebih baik dari hari kemarin.