Jengis Khan dan balatentaranya memang bengis & amoral, tapi Allah menakdirkan anak cucunya menjadi para sultan terkemuka di kawasan Asia Tengah hingga India.
Di India, anak cucu Jengis Khan melalui Zahiruddin Muhammad Babur mendirikan Dinasti Mughal (Moghul/Mongol). Di antara raja agung dinasti Mughal, tersebutlah Sultan Akbar, cucu Babur, yang memerintah 1556-1605. Ini sultan yang eksentrik dan kontroversial karena inklusifitas pemikiran dan pandangan keagamaannya. Maklum, ia menyediakan forum dialog lintas agama. Ia juga dituduh kafir, murtad, zindiq, Syiah, Hindu, hingga pendiri agama baru. Ia dituding Syiah karena berguru pada Mir Abdullathif, sufi Persia yang berpandangan moderat. Padahal gurunya ini juga dituding Syiah oleh orang India, dan dituduh Sunni oleh orang Syiah. Repot nian.
Ia dituduh Hindu karena banyak menempatkan orang Hindu dalam pos-pos vital di pemerintahannya. Ia dituduh mendirikan agama baru karena gigih mencari titik temu ajaran-ajaran agama. Ia dituduh zindiq karena Akbar adalah pengikut Tarekat. Ia juga dianggap sosok penyebab lahirnya ama Sikh. Diserang dari kanan-kiri, ia tetap bergeming. Justru banyak Hindu kasta rendah yang memeluk Islam pada saat itu.
Abul Fadl (1551-1602), salah seorang sahabat dekat Akbar telah mencatat perkembangan pemerintahan putra Sultan Humayun ini. Ia telah menulis sebuah biografi berjudul "Akbarnama/Akbarnameh", sebagaimana Empu Prapanca merekam aktivitas Majapahit. Sahabat dekatnya ini mencatat kemakmuran, keadilan, dan stabilitas sosial politik internal yang terjaga di zaman Akbar.
Sultan Akbar, yang konon menderita disleksia ini, juga menghimpun majelis cendekiawan. Ada 9 tokoh yang disebut berbakat dalam bidang mereka masing-masing, dan mereka dikenal sebagai "nau-rathan", atau 9 Permata. Akbar mengumpulkan banyak orang bijaksana, tetapi yang paling terkenal adalah 9 Permata (Hmmm, jadi ingat King Arthur dengan 13 Ksatria Meja Bundar, atau para Rakrian/Dang Acharya dalam tradisi Majapahit). Di zamannya pula, bidang sastra, seni, mural, teknologi militer, dan arsitektur mencapai puncak keemasannya, sehingga Jahangir, anaknya, hanya "dianggap" menjaga arah pencapaian monumental ini.
Akbar, yang inklusifitas pemikirannya acap diberi stigma "liberal", banyak dipengaruhi ajaran Tarekat Chisytiyyah. Tarekat yang didirikan oleh Khwaja Muinuddin Hasan Sanjari Chiysti (1142-1235 M) dari Sistan, Persia Timur, ini di antara ajarannya adalah upaya mendekati Allah dengan jalan melayani makhluk-Nya, tanpa pandang agama dan sekat-sekat manusiawi-duniawi. Jangan heran jika makam Muinuddin Chisyti, yang disebut Pembela Kaum Miskin (Gharib Nawaz), banyak diziarahi bukan hanya orang Islam, tapi juga Hindu.
Akbar hanya berusaha menjalankan doktrin primer Tarekat Chisytiyyah: ramah bagai BUMI yang menerima intan permata dan kotoran-sampah di dalam pelukannya, dermawan laksana SUNGAI (versi lain laksana samudera) yang mengalirkan air ke tempat yang lebih rendah, serta kasih sayang bagai MATAHARI yang mencurahkan cahayanya tanpa pilih-pilih.
Kisah Sultan Akbar ini pernah diangkat ke layar lebar oleh sineas Bollywood, dengan judul "Jodha Akbar". (2008). Film yang dibintangi Hrithik Roshan dan Aishwarya Rai ini tak begitu sukses di pasaran, bisa jadi karena karakter Hrithik Roshan yang kurang pas memerankan Sultan Akbar, sebagaimana sebelumnya Shah Rukh Khan "gagal menghidupkan" karakter Raja Asoka dalam "Asoka" (2001).
Demikianlah sekhilaf info siang ini, wahai sahabat Alvin and The Chipmunks.
Salam,
Cristiano RIJAL-do
Sumber Tulisan : https://www.facebook.com/avisaaurora.baldatina/posts/153307744846120
Sumber Gambar : http://iraganean.blogspot.com
Diakses pada 22 April 2013