Menjadi pemimpin di dalam sebuah biduk rumah tangga membuatku harus bisa membuat keputusan strategis maupun teknis dengan pertimbangan yang matang. Keputusan itu haruslah berimbang, tidak memaksa atau terkesan menghakimi penumpang lain di dalam biduk yang aku pimpin. Oleh sebab itu, ruang diskusi terbuka lebar di dalam biduk kami agar kesepakatan atau konvensi yang diambil bisa adil dan beradab.
Salah satu kesepakatan yang telah dijalankan sejak lama adalah dilarang mengobrol saat sedang makan. Entah dianggap romantis atau tidak, sampai saat ini, kami hampir selalu makan sepiring berdua. Di saat yang sama, kami menyuapi si k makan secara bergantian. Bicara hal-hal teknis untuk membujuk si K mau membuka mulut atau minta tolong satu sama lain terkait aktivitas makan masih diperbolehkan. Namun, kalau bicara mengenai topik lain yang tidak ada kaitannya dengan aktivitas makan sudah menjadi larangan. Bahkan! Mereview masakan yang sedang dimakan pun sebetulnya tidak boleh.
Jika kenyataannya salah satu diantara kami lupa (jawa: ketrucut) bicara diluar kebutuhan makan saat itu, maka biasanya cukup memberi isyarat meletakkan jari telunjuk di depan mulut. Dengan begitu, kami akan segera menyadari kekhilafan yang terjadi. Namun, hal ini tentu saja tidak dilakukan saat makan bareng dengan orang lain. Takut saja kalau mereka salah persepsi dan mengira kami sedang marah atau tidak suka dengan makanan yang disajikan.
Kami terlihat seperti sedang musuhan saat makan bersama secara internal. Suasana akan sangat senyap karena masing-masing akan menikmati dan menghayati apa yang sedang dimakan dan belajar untuk menyukuri suap demi suap makanan yang dimasukkan ke dalam mulut. Fokus dan sadar diri sedang makan adalah kunci. Oleh sebab itu, disamping mengobrol, aktivitas lain seperti mainan HP atau baca buku juga menjadi larangan saat sedang makan. Si k pun dilarang menonton TV atau gadget saat sedang makan. Sekali lagi, kami harus fokus menikmati makanan. Siapa tahu dengan begitu kami bisa belajar bersyukur.
Masalah datang saat kami makan bareng teman, keluarga, atau kolega yang tidak menerapkan larangan mengobrol saat sedang makan. Kalau yang makan bareng itu sudah sangat akrab, biasanya, aku akan pasif belaka alias hanya menjawab saat ditanya atau sekedar manggut-manggut atau menggunakan bahasa non verbal lainnya untuk menunjukkan respon pada orang yang mengajak bicara. Namun, kalau yang makan bareng adalah orang yang belum sepenuhnya mengenal kami biasanya aku akan melanggar larangan itu dengan tujuan menghormati lawan bicara. Meskipun sebetulnya sangat berat untuk melakukannya alias sambil nggerundel.
Gusti Allah aku rasa memang suka menggoda hambanya yang lemah ini. 🤦 Sudah tahu kalau hamba “pantang ngobrol saat makan” lha kok malah sering-sering dikirimi teman atau kolega yang ngajak meeting sambil makan. Meeting itu selain berpotensi melanggar pantangan mengobrol saat sedang makan juga berpotensi melanggar juklak pola makan Food Combining (FC) yang aku terapkan. ðŸ˜