Agenda bejibun, bersiap keluar rumah jam 09.00 pagi setelah merampungkan cucian dua ember. Baru saja selesai menjemur, langit tiba-tiba gelap, dan, tak lama kemudian bressss. Hujan deras menyapa bumi Salatiga.
Hopeless. Bermalas-malasan di rumah sembari menunggu hujan reda. Ibu hamil mana tega hujan-hujan?
Adzan dzuhur hujan mulai reda. Aku mengusik suami agar segera berbenah untuk pergi ke Bank dan belanja beberapa keperluan, termasuk bahan pesanan undangan.
“Sudah dibawa semua?” Tanya suami sembari memakai jaket. Aku mengangguk mantab.
Antrean bank BRI lumayan. 15 menit menunggu, aku sudah selesai dengan urusan lembaran biru dan merah. Keluar dari bank, bersiap memakai helm.
Tetapi tunggu, aku sibuk mencari lembaran uang di dompet. Nihil. Masak iya hanya bawa uang press yang kusetorkan di bank tadi? Yess, aku ingat, uang kutinggal di rak obat dan belum kumasukkan kembali di dompet. Hahahaha.
“Abah, bawa uang? Seribu aja.” Tanyaku dalam bahasa Jawa. Suami hanya menggeleng bingung. Yaiyalah, jaket, celana dan bajunya baru dikeluarkan dari almari semua. Alias baru dipakai. Sementara beliau selalu memasrahkan urusan uang kepada istrinya.
Aku memijit kening.
Bisa-bisanya, Dut…
“Nggak bawa uang, Bah. Sama sekali. Seribu pun nggak ada.” Bisikku ketika tukang parkir bersiap membantu suami mengeluarkan motor.
Suami menatapku tak percaya. Mengambil dompet dari tanganku dan memeriksa sampai lipatan-lipatan.
“ATM sini ada?”
Aku menggeleng lemah. Malu dengan tukang parkir.
“Aku ambil uang di ATM dulu. ” ujar suami setelah bertanya lokasi ATM terdekat kepada tukang parkir sembari mengambil Kartu ATM dari dompet. “Kamu tunggu disini aja.”
Aku mengangguk lemah. Menunggu adalah pekerjaan yang membosankan. Tolah-toleh berharap suami kelihatan diantara lalu lalang kendaraan.
Akhirnya beliau datang, aku tersenyum lebar. Beliau menyerahkan lembaran uang kepadaku lantas mengambil uang abu-abu untuk dibayarkan kepada tukang parkir.
Kami tertawa geli sepanjang perjalanan ke arah kota, bayar parkir seribu saja nggak kuat. Heuuuuu.