Berhidmah untuk umat tidak hanya berupa leladen untuk masalah yang secara dhohir terlihat merupakan bentuk amal ibadah. Namun, hidmah yang sesungguhnya juga bisa dilakukan dengan cara menyiapkan jiwa dan raga untuk leladen kepada masyarakat terkait urusan-urusan yang secara dhohir tidak tampak sebagai penghambaan diri pada Allah. Salah satu contoh sederhada adalah layanan seorang ibu yang membuka warung makannya di bulan puasa seakan-akan bukanlah merupakan suatu ibadah. Namun, dilihat dari sisi lain sebenarnya hal itu juga merupakan ibadah. Misalnya ketika ada seorang musafir yang mampir untuk makan dan ibu penjaga warung berhidmah pada musafir dengan menyediakan makanan ataupun minuman yang dipesan musafir, maka hal ini merupakan ibadah. Selain itu, seorang ibu yang mencari nafkah untuk anak-anaknya juga merupakan bentuk ibadah meskipun dibungkus dengan sesuatu yang tampaknya bukan merupakan suatu ibadah.
Seorang ibu yang membuka lapak dagangan di pasar Kembang Sari Salatiga heboh melihat seseorang di seberang jalan memasang pamflet informasi mengenai Habib Syaikh yang akan hadir untuk memimpin sholawat. Ibu-ibu di sekelilingnya yang sama-sama membuka lapak pun ikut heboh dan saling cari tahu kapan acara itu dilaksanakan. Ibu itu berhidmah untuk umat dengan menggelar barang dagangannya di pasar Kembang Sari agar para pengunjung pasar bisa mendapatkan barang-barang yang diperlukan untuk memenuhi hajat hidup. Salah kah ibu-ibu itu yang begitu mengagumi Habib Syaikh meskipun secara dhohir belum tampak syar’I karena belum berhijab dengan benar? Adakah yang berani menyalahkan ibu itu dan menganggapnya ahli neraka hanya karena belum berhijab sesuai tuntunan yang dipahami sebagian besar muslimah?
Seorang tukang parkir memberiku kode untuk mengikuti isyaratnya untuk mendapat tempat parkir. Beliau juga mengatur arus lalu lintas yang amat macet di sekitar pasar Kembang Sari. Ketika ada pengendara motor yang kesulitan keluar atau masuk pasar, beliau selalu sigap membantu tanpa pedulikan pengendara itu termasuk yang telah membayar biaya parkir di tempatnya atau bukan. Tanpa membedakan agama, golongan, suku, dan pendidikan. Semua diperlakukan sama. Begitu banyak yang tebantu dari kemacetan, terbantu mendapatkan tempat parkir, terbantu mengamankan kendaraannya, dan lain sebagainya. Sungguh hidmah yang luar biasa bukan?
Bapak polisi beserta jajaran Satpol PP mengatur lalu lintas di jalan raya depan pasar Kembang Sari. Sebagian pasukan melakukan pengamanan di dalam pasar untuk mengamankan pembeli dan penjual dari mafia pasar dan pelaku kriminal kambuhan yang mengais rupiah dan barang mewah dari kesempatan yang ada di tengah keramaian. Adakah yang menyalahkan bapak Polisi beserta jajaran satpol PP yang mengatur lalu lintas dan mengamankan pasar meskipun sebagian diantara yang dilayani itu tidak berpuasa dan menjalankan syariat Islam lainnya dengan sepenuh hati?
Seorang mas mas muda menjadi CS dan seorang gadis cantik tanpa jilbab menjadi teller di bank BRI Pasar Kembang Sari. Mereka berdua melayani nasabah-nasabah yang membutuhkan jasa perbankan BRI dengan sepenuh hati. Kulihat, ruko yang digunakan BRI untuk melayani nasabahnya didesain rustic alias ndeso disesuaikan dengan karakter budaya masyarakat. Sebuah meja dikelilingi empat kursi dokonsep seperti warung makan dengan hiasan lampu klasik di atasnya. Customer yang duduk melingkari meja tersebut bisa semakin akrab satu sama lainnya dan tak bosan meski menunggu lama karena suasananya yang mirip dengan jagong di warung-warung makan. Dua orang ibu berpakaian muslimah dan berjilbab lebar terlihat gayeng jagong di sana. Sedangkan anak-anak yang diajak serta pun terlihat akrab bermain bersama di sekitar meja klasik itu. Sungguh usaha yang sangat bagus dilakukan oleh BRI untuk membuat nyaman customernya.