Jumat, 26 September 2014, RUU Pilkada telah resmi disahkan. Hal ini banyak menuai kecaman. Di sosial media, banyak warga Indonesia yang meluapkan kekecewaannya. Bahkan! ada seorang pengguna media sosial facebook yang sampai bersumpah tidak akan memilih partai tertentu seumur hidupnya. Sebagian yang lain mengecam RUU tersebut dan memperolok beberapa tokoh yang menjadi promotor pilkada tak langsung.
Hastag #ShameOnYouSBY menjadi top trending di pencarian Google. Pak SBY disebut sebagai “Bapak Pilkada Tak Langsung”.
Di Salatiga, seorang tokoh politik berkomentar, “Lebih baik politik uang secara langsung ke rakyat, daripada politik uang dengan anggota DPR. Melalui pilkada langsung, uang bisa langsung sampai ke masyarakat. Sedangkan melalui pilkada tak langsung, politik uang hanya berputar di anggota dewan.”
Beberapa orang yang pro dengan RUU pilkada yang memuat aturan bahwa pilkada dipilih oleh anggota dewan, bukan dipilih langsung oleh rakyat beralasan bahwa pilkada langsung membawa dampak negatif yang lebih besar daripada dampak yang ditimbulkan oleh pilkada tak langsung. Dampak negatif tersebut antara lain kecurangan-kecurangan dalam politik termasuk money polytic.
Beberapa orang dari kalangan pemuka agama mengajukan argumen tentang kebaikan pilkada tak langsung adalah menghindari mafsadah yang lebih besar yang disebabkan oleh pilkada langsung seperti konflik antar anggota parpol yang berujung adu fisik, politik uang, serta kecurangan-kecurangan yang sudah dianggap wajar oleh masyarakat.
Pendapat pro RUU pilkada yang lain beralasan bahwa rakyat Indonesia masih belum dewasa dalam berdemokrasi. Rakyat yang belum dewasa dalam berdemokrasi akan berpotensi memilih pemerintah yang asal-asalan tanpa melalui kajian yang mendalam.