Traveling pertama bareng si K dan abah K dengan budget super ngepres. Bisa dibilang traveling ini adalah traveling ternekat yang tidak terencana, baik initerary maupun budgetnya. Nekat bin ngenes! Heu.
Daftar Isi
Dari Bojonegoro ke Salatiga, Mampir (?) Jogja
Mampir? Ngelindur atau gimana ini emak K. Enggak sejalur kok dibilang mampir. Hahaha. Saat itu bulan Juli, habis lebaran di Bojonegoro dua minggu, masih pengen mampir ke Jogja.
Kami nekat ke Jogja dengan membawa seabrek baju dan piranti kerja. Naik travel Bojonegoro-Jogja, turun di Terminal dan nginap di rumah sahabat abah K.
Jangan dikira kami punya banyak uang sisa hingga memutuskan untuk traveling setelah lebaran, justru uangnya ngepres, Gaissss. Enggak ada satu juta seingatku, itu pun sudah dikurangi bayar travel 320ribu.
Parangtritis, Padang Pasir dan Penginapan Anoman
Hari pertama setelah menginap di rumah sahabat abah K, om Shofa, kami memutuskan untuk ke Parangtritis. Barang-barang dan piranti kerja kami tinggal di rumah Om Shofa.
Kami ke Terminal dengan Gocar. Lanjut menggunakan bis kecil jurusan Parangtritis. Si K sangat antusias duduk di depan, sebelah sopir. Tiket bisnya cukup murah, hanya 10k perorang.
Jam 10an siang kami sampai di pantai. Ampuh, panasssss poll. Kalau diingat kok ya nekat bener ke pantai panas-panas. Mau main pasir, pasirnya puanassssss. Abah K mengajak jalan ke padang pasir, ngajak nostalgia jaman kuliah ceritanya. Tapi ampun, emak K klenger dong. 😂
Apalagi si K rewel. Pakai tragedi sepatu ketinggalan pulak. Mana mau anak kicik jalan nyeker di pantai. Full gendongan sampe pundak pegel dan emak K tantrum karena capek. 😅
Rasa-rasanya paling enak ke pantai saat matahari terbenam. Aku mengajak abah K untuk mencari penginapan untuk istirahat dulu. Abah K mengajak ke penginapan Anoman yang katanya deket dari pantai Parangtritis lama.
Sampai Penginapan Anoman…. hmmm, agak horor-horor gimana gitu rasanya. Kamar mandi dalam, bau rokok dan ada bekas pembalut nyelip. Yaaa, legowo saja namanya juga penginapan 60ribu semalam. 😆
Enggak ada AC dengan harga semurah itu untuk satu malam. Hanya ada kipas angin mini yang tidak bisa menghalau panasnya pesisir. Si K hanya pake kaos dalam dan celana dalam doang. Rewel? Polll. Emak K sampe frustasi. 😂
Yay, Liburan ke Pantai Menikmati Senja
Meski dengan sedikit paksaan, si K tidur dan kami bisa istirahat dengan nyaman. Setelah Ashar, kami kembali ke pantai dengan hati yang lebih nyaman dan tenaga yang lebih bugar.
Kami makan sore di area pantai. Menunya cukup enak, ayam bakar. Dengan harga yang cukup ramah di kantong.
Setelah perut terisi, kami menuju ke pantai, dan yay! Liburan! Menikmati pasir pantai dan deburan ombak.
Sayang, saat itu kami tidak berani bermain ombak karena deburan ombak cukup besar dan si K baru berusia dua tahunan.
Kami balik ke penginapan ketika matahari telah terbenam. Untuk makan malam, kami beli nasi Padang seporsi, cuma 15k kalo enggak salah. Dimakan bertiga. 😆
Drama Trans Jogja
Pagi datang, kami cabut dari penginapan jam 6 pagi. Jalan menuju terminal kecil di depan pantai Parangtritis. Bis ngetem lama banget, ada satu setengah jam. Aku kelaparan, turun beli nasi gudeg di depan terminal. Isiannya cuma gudek, sambel dan telur. Dua porsi cuma bayar 12k. Dimakan berdua di dalam bis. 😆
Si K sangat menikmati perjalanan pulang karena ia menyukai matahari terbit. Kami turun di terminal, lanjut naik Trans Jogja untuk menuju kawasan Malioboro.
Awalnya aku cerewet dengan penjaga halte, apakah benar ini tujuan ke malioboro. Dibalas dengan anggukan kepala tanpa menjelaskan apa-apa.
Kami disuruh turun di halte UIN Jogja. Kaget banget dan shock karena setelah melihat maps ternyata sangat jauh dari Malioboro. Itu kondektur juga enggak menjelaskan kalo kami harus sambung trans lain. 😆
Kami jalan duluu menikmati Jogja. Mampir sarapan Soto Ayam. Porsinya guedhe banget. Saat itu kami belum Food Combining. Setelah sarapan, kami menuju ke Malioboro dengan menggunakan GoCar.
Tujuan pertama ke Taman Pintar, lanjut ke Vedenburg dan jalan kaki menuju alun-alun Selatan. Pegel? Jangan nanya. Wkwkwkwk
Juli 2018, menjadi tonggak pertama kami menikmati senja di pantai bersama, menikmati Traveling bersama. Meski nekat, ini sungguh menjadi permata pengalamanku yang akan selalu kukenang.
Diam-diam aku terharu dengan abah K yang mampu mengelola konflik dengan baik sehingga kami tetap bisa menikmati liburan meski dengan budget yang cukup minim.
Traveling dengan budget minim dan fasilitas minim ini menjadi tonggak untuk traveling berikutnya. Kami belajar banyak bagaimana menyesuaikan kondisi dan emosi saat traveling bersama. Duh, jadi kangen traveling lagi. Ayo, dong, Covid-19 udahan jalan-jalannya.