Daftar Isi
Verbal Bullying Orang Tua Kepada Anak
Bullying dengan kekerasan kepada anak sudah cukup banyak yang memperhatikan. Bullying dengan kekerasan dari orang tua kepada anak lebih mudah dikenali daripada bullying verbal. Jika bullying dengan tindakan kekerasan dengan mudah disadari oleh orang sekitar, bullying verbal rata-rata tidak disadari bahkan dianggap biasa sebagai bentuk perhatian orang tua kepada anak.
“Kamu tu, otak kayak kodok. Gitu saja enggak paham!”
“Bodoh kamu!”
“Ndableg kowe ki!”
Enggak jarang ada orang tua yang tidak sadar mengucapkan verbal bullying kepada anak di hadapan orang lain, padahal anak sedang berada di tempat yang sama. Sudahlah sakit dengan kata-kata orang tua, masih ditambah malu karena didengar oleh orang lain.
“Anakku iki lho, ndableg e ora umum.”
Suatu hari, ada seorang Ibu yang bertamu ke rumah untuk memintaku mendampingi anaknya belajar, tetapi kata-katanya bikin aku shock. “Mbak, tulungi anakku. Iki otak e cilik, bijine kursi terbalik semua.”
Anaknya? Anaknya hanya menunduk malu. Memilin jari-jarinya. Matanya melihat ke bawah. Kakinya bergerak tak tentu arah. Gelisah dan malu tentu saja. Aku yang menyadari jika anaknya sadar dipermalukan, menyetop curhat orang tuanya, memintanya menyudahi dengan sopan.
Hal pertama yang kulakukan sebelum memulai pendampingan belajar adalah membangun rasa percaya dirinya. Sungguh, ini tidak mudah. Sangat tidak mudah. Berulang kali anaknya menjawab dengan nada lunglai, “Otakku kan cilik, Mbak…”
Ya Allah, Gusti. Setiap kali anak tersebut mengalami kesulitan untuk mencerna sebuah pelajaran, ia akan mengulang-ulang kata-kata otak cilik. Aku? Membantahnya berulang-ulang. Menjelaskan jika semua manusia punya otak besar dan otak kecil.
Duhai orang tua. Verbal bullying, merendahkan anak dengan kata-kata, meski itu hanya sebagai bentuk ancaman, ternyata sedalam itu pengaruhnya. Apalagi kata-kata orang tua serupa tuah, yang tidak ada tabir diantaranya.
Verbal bullying orang tua kepada anak muncul tidak hanya karena anak tidak bisa mencapai ekspektasi orang tua. Namun bisa juga muncul karena ada kekecewaan akan pasangan, keadaan ekonomi yang orat-marit, bahkan inner child yang belum tuntas. Tidak jarang seorang Ibu melukai anaknya dengan kata-kata bukan karena anaknya bersalah, tetapi karena ter-trigger dengan inner child-nya. Kata-kata spontan yang keluar karena teringat luka masa kecil.
Menghentikan Verbal Bullying Orang Tua kepada Anak
Kita bisa melatih diri dengan mengganti kata-kata berlabel negatif setiap kali anak melakukan hal yang membuat kita marah dengan kata-kata berkonotasi positif. “Oalah, Nang, enggak papa sekarang kamu banyak tingkah, nanti jadi anak yang sholeh ya, Le.”
Kalau aku sendiri, setiap marah banget sama si K, selalu menyebut nama lengkapnya, “KEVIN MUZAKKA!” Berharap agar ia menjadi orang yang dermawan.