Malam itu, sepulang dari UIN Salatiga, kami berbincang-bincang dengan keluarga. Membahas hal terkait kehamilan. Diantara hal-hal yang dibahas adalah tentang layanan Posyandu, layanan bidan-bidan yang ada di lingkungan sekitar, fasilitas puskesmas, dan dokter spesialis kandungan dan anak. Berhubung ini adalah kehamilan pertama do’i, kami berusaha menerima semua saran/masukan dengan terbuka. Ibarat gelas kosong yang sangat siap untuk diisi air. Kakak menyarankan untuk memerisa kehamilan di dokter Agung. Namun, Ayi mengatakan kalau sudah dapat surat rujukan dari bidan ke dokter Mufti yang praktek di rumah sakit Puri Asih Salatiga. Kakak mengatakan pada kami, kalau dokter mufti praktek pagi mulai pukul 6.00 sampai pukul 8.00 Sedangkan sore mulai pukul 17.00 sampai pukul 19.00.
Kami memilih bertemu dokter pagi hari karena rencananya sore harinya akan sowan ke rumah Yai. Kami pun berangkat ke rumah sakit pukul 06.30. Sesampainya di sana, kami menuju tempat registrasi untuk mendaftarkan Ayi. Proses registrasi kami selesai, kami mendapat antrean nomor 1. Selanjutnya kami diberitahu tempat dokter Mufti melakukan praktek. Setibanya di sana, ternyata ruang tunggu masih gelap. Kami melihat-lihat sekitar ada tulisan waktu praktek dokter. Ternyata prakteknya mulai pukul 07.00 – 09.00. Kulihat jam pada handphone menunjukkan pukul 06.48. Masih ada waktu beberapa menit lagi dokter buka, pikirku.
Menit demi menit berlalu, pasien yang hendak periksa kehamilan mulai berdatangan. Kursi di ruang tunggu hampir tidak muat, namun para calon pasien masih terus berdatangan. Sekitar pukul 07.15 perawat jaga mulai melayani pasien. Satu persatu mulai dites tensinya dan berat badannya. Belasan pasien sudah dilayani perawat, namun pak dokter juga belum kunjung datang juga. Pasien masih ada yang datang lagi. sampai kursi yang disediakan di ruang tunggu tidak muat.
Pukul 8 lebih beberapa menit, dokter Mufti datang. Namun, beliau tidak langsung menangani pasien yang menunggu di depan ruang prakteknya. Beliau memberi tindakan pada pasien yang lain di kamar sebelah. Hampir pukul 08.30 dokter Mufti mulai membuka praktek untuk antrian kami. Ayi mendapat giliran dipanggil masuk pertama kali. Aku pun diajak masuk untuk merekam pembicaran dokter kemudian menyampaikan padanya. Ia pun mulai di diagnosa. Tak sampai 5 menit sudah selesai. Kami tinggal menunggu resep dari dokter untuk ditebus di apotik. Setelah dari apotik, kami menuju kasir untuk membayar biaya administrasi dan obat.
Kami pulang dengan perasaan heran. Kok bisa dokter praktek hanya 2 jam kok telat sampai hampir 1.5 jam. Namun, kami berusaha berbaik sangka. Mungkin dokter masih ada urusan atau sedang menangani pasien yang perlu penanganan langsung. Tapi, meskipun begitu mbok yao ada pemberitahuan supaya calon pasien tidak gelisah bahkan takut kalau dokter tenyata tidak bisa datang. Kami juga heran, kenapa dokter tidak memberi nasehat sedikit pun pada Ayi. Tidak ada anjuran makanan atau kegiatan yang positif untuk kehamilan. Hanya menyampaikan hasil diagnosa tanpa memberitahu kemungkinan sebab dan tips-tips untuk menjaga kehamilan agar tetap sehat.