Sebelumnya, aku sangat mengharapkan dia menjadi istriku. Aku juga yakin kalau dia benar-benar serius denganku. Melihat pengorbanannya yang begitu besar, kasih sayangnya, perhatiannya memang menunjukkan kalau dia benar-benar serius denganku.
Malam itu dia menelponku. Mengabarkan kalau mendapat tawaran beasiswa S2 di Malang. Waktu itu antara kami berdua telah sepakat akan melangsungkan pernikahan dalam wakttu dekat.setelah mendapat tawaran tersebut akhirnya kami memutuskan untuk menunda rencana pernikahan itu. Biar kami sama-samamenyelesaikan kuliah terlebih dahulu.
Perkuliahannya pun di mula. Semester pertama dia sangatlah sibuk dengan tugas-tugas kuliahnya. Disamping itu, dia juga masih mempunyai tanggungan untuk mengajar di sekolah yang menjadi batu loncatan untuk mendapat beasiswa S2 itu. Meskipun terkadang aku merasa bosan dengan responnya yang datar, bahkan tak jarang dia terdiam membisu tanpa memberi kabar sedikitpun padaku, namun akau masih tetap berusaha meyakinan pada diriku bahwa dia masih tetap menjaga komitmen antara kami berdua.
Semester awal berlalu. Waktu itu hampir bersamaan dengan tahun ajaran baru untuk tingkat SMP. Adikku yang baru lulus kelas 6 Madrasah Ibtidaiyyah aku sekolahkan di tempatia mengajar. Dia membantu semua biaya masuk SMP dan biaya pondok serta membayar ketering dan biaya menjahit seragam sekolah.
Awal semester dua di mulai. Komunikasi sudah semakin jarang. Smsku jarang dibalas, telponku jarang dijawab. Aku tak tahu apa yang terjadi di sana. Mungkin dia sedang sibuk dengan tugas-tugasnya. Mungkin dia ingin fokus pada kuliahnya. (Bersambung).