Bulan ramadhan telah tiba. Rasanya sungguh sangat cepat ramadhan ini kembali menyapa. Entah karena aku yang terlalu hanyut dalam kesenangan dunia sehingga tak terasa usiaku berkurang setiap hari atau kah karena hal lainnya. Bukankah pada umumnya penantian itu terasa lama? Mungkinkah aku tak pernah menantikan kehadiran ramadhan? Duh, Gusti! Ada apakah dengan diriku.
Ilustrasi Sosial Media | wsj.net |
Aku rasa, ini adalah suasana yang tepat untuk kembali menyulam cinta pada-Nya. Setelah sekian lama aku mengabaikan-Nya, aku ingin kembali bermanja dengan-Nya. Bermanja sebagaimana sepasang kekasih yang telah lama tak berjumpa.
Puasa sosmed bukanlah bearti meninggalkan segala hal yang berkaitan dengan sosmed. Bukan! Bukan itu maksudku. Tiada larangan bagi kita untuk tetap berinteraksi dengan sesama kawan, kerabat, ataupun keluarga. Ya meskipun melalui sosial media.
Aku hanya berfikir alangkah eloknya jika ramadhan ini kita jadikan momentum untuk memeriksa diri secara penuh. Kita petakan penyakit-penyakit hati yang ada dalam diri kemudian mencari obatnya. Banyaknya ibadah yang kita lakukan akan dapat memperparah penyakit hati yang diderita. Misalnya semakin banyak ibadah semakin tinggi pula kesombongan atau riya’ kita kepada sesama manusia.
Terkadang, kita melakukan ibadah di masjid tetapi pikiran kita sedang menyusun rencana pamer di tempat lain. Sebetulnya apakah tujuan ibadah yang kita lakukan? Apakah atas dasar cinta? terpaksa karena takut neraka? ataukah karena ingin mendapatkan derajat di sisi manusia? Suatu perbuatan yang secara kasat mata bernilai ibadah saja bisa kita selewengkan apalagi kalau hanya bermain sosmed?
Kebiasaan kita gojek di sosial media terkadang juga dapat memeriksa adanya masalah hati. Kita sering begitu saja mengungkapkan apa yang kita rasakan dan berbalas sulam dengan kawan yang ada di situ. Sangking asyiknya gojek di situ, kita merasa risih akan kehadiran orang lain. Meskipun tak sampai mengabaikan tetapi merasa sedikit terganggu dengan kehadiran orang lain itu adalah tanda adanya ketidakberesan dalam hati.
Berapa suka, komentar, dibagikan yang didapat terkadang juga dapat kita jadikan untuk menguji adanya penyakit dalam hati. Bagaimana perasaan jika mendapat banyak dan bagaimana jika mendapat sedikit atau bahkan tidak dapat sama sekali. Kita bisa mengukur kondisi kita masing-masing untuk mengetahui adanya penyakit hati atau tidak pada diri kita.
Setelah penyakit hati yang berkaitan dengan sosmed terpetakan maka kita perlu menyusun strategi untuk mengobati hati. Satu persatu penyakit itu diberi perlakuan khusus. Minimal biar tidak semakin parah selagi kita masih belum mendapatkan obatnya yang manjur.
Puasa sosmed cenderung menekankan pada aspek fikiran dan hati. Kalau tubuh kita tidak boleh makan, minum, dan bersenggama selama berpuasa, maka hati dan fikiran kita juga perlu dilatih untuk berpuasa. Dan aku rasa, sosmed adalah tempat yang sangat berguna untuk melatih fikiran dan hati agar ikut berpuasa.