Aku pernah mengatakan pada ayi bahwa salah satu alasanku yakin ikut ngurip-nguripi NU adalah karena selalu diawasi dan dibimbing oleh kyai. Ketiga hal yang aku butuhkan berupa syaikhut ta’lim (pengajaran), syaikhut tarbiyah (pendidikan), sekaligus syaikhut tartiyah (bimbingan) kudapatkan di sini.
Dulu, aku sangat takut untuk bertemu kyai ataupun keluarganya. Merasa tidak pantas untuk sekedar bertemu apalagi bertamu. Namun seiring berjalannya waktu ikut aktif di NU lambat laun mulai berani. Para senior memberikan teladan yang sangat baik. Para senior ini lah yang akan kuceritakan di sini. Mereka kuanggap sebagai kyaiku.
Beberapa bulan yang lalu, setelah dipilih sebagai koordinator kader penggerak NU, aku berusaha menjalankan tugas. Sebelum itu, aku sowan ke sana ke mari untuk meminta bimbingan dari senior mengenai apa saja kewajibanku dan sampai mana batasan-batasannya. Singkat cerita banyak masukan yang aku dapatkan.
Salah satu gerakan yang aku prioritaskan adalah merapikan kepengurusan. Aku meminta orang-orang yang tidak layak menjabat sebagai pengurus diganti. Salah satunya adalah ketua banom yang baru saja terpilih karena terkonfirmasi menjadi pengurus ormas yang bersebrangan dengan NU. Itu melanggar PD/PRT dan harus segera diganti desakku.
Hanya saja, proses untuk menuju pergantian itu jalannya sangat berliku. Selain harus melobi banyak orang, aku juga harus meyakinkan calon penggantinya agar bersedia dan siap. Itu tidak mudah. Kandidat yang aku usung sebagai pengganti berkali-kali menolak serta meminta agar penggantinya bukan dia. Aku dan teman-teman berusaha selalu meyakinkan dia dan akan selalu mendukungnya. Drama ketidaksiapan kandidat pengganti ini berlangsung cukup lama. Hanya saja, saat itu, kami tidak banyak pilihan. Oleh sebab itu, jawaban kami selalu sama yaitu meminta dia untuk siap dan sedia.
Seiring berjalannya waktu, kami terus berproses. Kami mencari kader-kader baru yang bisa diajak membantu berkhidmah di NU. Alhamdulillah kader-kader baru yang militan bermunculan. Namun sayangnya kandidat calon pengganti tadi masih enggan dicalonkan menjadi ketua banom meskipun dukungan semakin bertambah dari kader-kader baru. Tapi kami masih berusaha membujuknya dan memberi semangat.
Singkat cerita. Ketua banom berhasil diganti dengan kandidat yang kami usung tadi. Misi berhasil. Hanya saja hal yang membagongkan terjadi di sini. Ternyata ketua banom yang baru juga aktif di organisasi yang diikuti ketua banom yang digantikannya.
Ketika aku sowan senior mengadukan permasalahan ini ternyata sudah diketahuinya sejak lama. Sebelum aku melapor dan minta pergantian ketua sudah diketahui. Senior mengatakan bahwa ketika ketua lama diberitahu akan diganti dengan ketua baru yang dikenalnya itu dia protes: tidak mungkin kalau dia diganti dengan alasan dia menjadi pengurus “organisasi terlarang” wong calon penggantinya saja ikut organisasi tersebut. Dia menduga ada orang yang tidak suka dengannya sengaja ingin menyingkirkannya.
Mendengar jawaban senior itu, aku kemudian bertanya mengapa aku tidak diberitahu sejak dulu? Dia menjawab kalau diberitahu saat itu mungkin aku tidak akan percaya dan menganggapnya sebagai fitnah. Walhasil dibiarkan saja.
Uniknya, aku tidak merasa jengkel sama sekali mengalami kejadian ini. Aku tidak jengkel pada ketua baru yang tidak memberitahuku dia ikut organisasi itu. Aku tahu dari orang lain yang kebetulan juga ikut organisasi itu dan satu kelompok dengannya. Itupun kuketahui beberapa hari setelah pelantikan ketua baru dilaksanakan.
Aku juga tidak jengkel pada senior yang membuatku terjebak dalam situasi ini. Setelah ketua lama tahu akan diganti, ada perubahan ekspresi saat bertemu denganku. Malah seringkali pura-pura tidak melihat. Padahal! Dulunya suka menyapa ketika bertemu.
Aku yakin ini adalah tarbiyah senior yang kuanggap sebagai kyai. Aku sengaja dihadapkan dengan masalah agar berlatih untuk menyelesaikan masalah.
“Ternyata akih banget yo masalah sing kudu dibenahi” selorohku pada senior sambil tertawa kecut.
“Nah! Iku tandane sampeyan isih bergerak. Nek misale turu nang omah wae ora bakal ngerti nek ono masalah to? Maka bersyukurlah kalau dihadapkan dengan masalah”.