Seperti semester-semester sebelumnya, bantuan biaya hidup beasiswa bidik misi telat cair di awal semester. Semester ini satu bulan lebih belum cair. Hari ini tanggal 07 Okt. 2013 kulihat saldo melalui mobile banking sudah ada transferan dari yang berwenang sekitar 2 juta, namun ketika kulihat dari ATM malah mendapat warning dari mesin ATM kalau saldo tidak mencukupi. Aku tidak tahu maksudnya uang dua juta yang ditransfer itu untuk apa, kok tidak seperti biasanya 3,6 juta untuk satu semester. Kalaupun tanya ke pihak universitas yang menangani bidik misi biasanya malah ditanggapi sinis, mungkin mereka sudah capek, soalnya ribuan mahasiswa menanyakan hal yang sama.
Telatnya bantuan tersebut membuatku benar-benar tak bisa berkutik, biaya pondok semester lalu belum aku bayar, hutang juga belum aku bayar, bahkan aku sampai harus merelakan diri untuk tidak ngeprin tugas PPL 2 karena tidak punya uang. Akibatnya, bayang-bayang lulus kuliah di masa perpanjangan waktu semakin jelas. Banyak tugas dan kuliah yang terlewatkan karena disambi mencari penghidupan.
Dua bulan lalu aku telah berjanji akan melunasi biaya pondok. Namun, sampai saat ini belum juga terealisasi. Uang yang aku alokasikan untuk itu malah tersedot habis untuk PPL 2. Sekarang hanya bisa menunggu pencairan biaya hidup semester ini yang belum ada tanda-tanda kejelasan.
Aku harus keluar dari pondok, karena aku telah berjanji kalau sampai bulan Agustus belum bisa membayar biaya pondok, maka aku siap dikeluarkan dari pondok. Setelah keluar dari pondok kehidupan semakin tidak jelas. Tidak ada tempat tinggal tidak ada uang. Lalu aku meminta izin untuk tinggal di pesma IPNU Walisongo, namun ternyata Pesma itu dikhususkan untuk mahasiswa-mahasiswa baru, namun untuk sementara aku boleh tinggal di sana sebelum mendapat tempat tinggal.
Satu hari, dua hari aku tinggal di sana. Jalan keluar masih terasa buntu. Tak ada pandangan akan tinggal di mana dan menutupi kebutuhan hidup dari mana. Senior asrama menawarkan untuk tinggal di Musholla di daerah Karah (Sebelah barat kampus Unesa Ketintang). Katanya, Mas Dedy (Eks Ketua Umum UKKI) mencari pengganti untuk mengurus musholla. Saat itu juga aku meluncur ke markas besar UKKI. Kutemui Idris, kuminta nomernya mas Dedy, dia tak punya dan menyarankan untuk menanyakan kepada Ulum (Ketua Umum UKKI Sekarang). Langsung ku SMS Ulum,
“Ulum, aku minta nomere Mas Dedi.”
“Siapa?”
“Budairi”.
“0857xxxx”.
Masih bersama Idris, sambil mennyeruput kopi suguhan darinya, kami membahas tentang rencana untuk mengadakan Bidang Tahfidz Qur’an di UKKI. Sambil kuketik sms untuk mas Dedi kami berbincang sampai waktu menunjukkan pukuk 14.30 di depan markas AMBAM.
Balasan sms dari mas Dedi tak kunjung datang. Keesokan harinya baru muncul satu sms darinya,
“Siapa?”
“Budairi Mas”.
Dia pun tak membalas sms lagi.
Dua hari kemudian dia baru sms,
“Posisi?”
“Asrama IPNU, dekat dengan masjil Al-Mufidah”. Jawabku.
Dia tak membalas sms lagi. Aku pun pulang karena kehabisan bekal. Seelah mengantarkan titipan ibu untuk adik yang berada di Kediri, aku pulang bersama mas Anto.
Tanggal 27 September 2013 mas Dedi sms.
“Budairi, sampeyn nek jam 9 an pagi, coba ke kantor persewaan terop sebelahe musholla, yang jaga kantor itu wakil ta’mir.
“Iya, Insya Allah”.
Aku pun menemui pak Syaiful yang menjaga ABADI HS di sebelah musholla Syukron Maghfuuro daerah Karah. Di sana diinterview seperti ketika melamar kerja, dites nahwu dan shorof juga. “Wah semakin seru saja”. Kataku dalam hati.
Akhirnya siang itu aku mulai tinggal di Musholla untuk menekan biaya hidup di Surabaya. Semoga biaya hidup dari program bidik misi segera dapat dicairkan. Amin.
Karah, 07 Oktober 2013
Aaamiiiin………