Beberapa bulan yang lalu, sensasi GERD yang kurasakan sedang hebat-hebatnya. Perut kembung, dada terasa panas, susah tidur (insomnia), jantung berdetak sangat cepat (SVT), dan selalu merasa cemas dan takut seakan-akan mau mati saat itu juga. Disamping itu, di saat yang bersamaan, kakiku terasa sangat sakit sampai-sampai digunakan untuk ruku’ sholat saja tidak bisa. Posisi tidur pun tidak ada yang enak. Berbagai posisi tidur membuat kaki terasa sangat sakit. Aku merasa seperti orang yang lumpuh separuh badan. Pikiran pun menjadi tidak karu-karuan. Aku menjadi uring-uringan.
Daftar Isi
Sampai sekitar 2 bulan an, aku tidak bisa bekerja. Orang-orang melihatku seperti orang sehat saja karena aku masih sering jalan-jalan berkeliling pakai sepeda motor untuk mengalihkan perhatian saat bayang-bayang kematian terasa begitu dekat. Intinya, saat itu, penyakitku sudah sangat parah dan tidak tahu harus bagaimana.
Ayi, istriku menjadi satu-satunya orang yang menemaniku siang dan malam. Terkadang saat dia terlelap tengah malam kubangunkan hanya untuk menemaniku mengobrol. Ini sangat sering kulakukan terlebih saat anxiety atau kecemasan berlebih menyerangku. Aku butuh pengalih perhatian dengan cara mengobrol. Setiap hari, ritual membalurkan minyak kapak atau minyak kayu putih ke sekujur tubuhku dilakukannya. Ia seakan beralih profesi menjadi tukang pijat.
Ayi sangat telaten mengurusku saat sakit. Ia sering berseloroh seakan sedang mengurus dan merawat dua bayi sekaligus. 1 bayi adalah si K, anak kami yang dianggap bayi kecil dan 1 lagi bayi besar atau aku.
Suatu hari, aku duduk-duduk di teras rumah untuk mengusir kebosanan. Saat itu, aku melihat nenek sedang mengobrol dengan seorang kakek-kakek (tetangga). Mereka mengobrol di teras rumah nenek. Si kakek ini terkena penyakit diabetes dan sering kali dirawat di rumah sakit.
Membayangkan kakek dan nenek itu, aku menjadi merasa apa yang aku rasakan masih jauh lebih baik dibanding apa yang dirasakan kakek-nenek atau sebagian besar orang-orang yang berusia senja lainnya. Aku ketika sakit masih ada yang sangat perhatian siang atau malam. Bahkan kapan pun aku merasa butuh dipeluk ada yang siap memberikannya. Tapi kekek itu, ia sudah tidak memiliki istri. Perhatian anak ataupun cucunya jelas tidak bisa menggantikan perhatian seorang istri pada suaminya. Begitu pula dengan nenek. Ia sudah tidak punya suami. Kalau sakit, ia akan merintih-rintih sendiri. Kalau pun ada anak atau cucu yang peduli tentu rasanya berbeda kalau masih ada pasangan yang menemani.
Berdasarkan perenungan itu, aku bertekad ingin merawat orang-orang jompo yang kurang beruntung. Kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang-orang terdekat mereka.
Program Jangka Pendek
Setelah kondisiku mulai membaik, aku mengajak Ayi untuk bergerak aktif menemani orang-orang jompo yang ada di sekitar tempat tinggal. Aku meminta Ayi untuk masak spesial kemudian dibagikan kepada mereka. Disamping membagikan makanan, menemani mereka mengobrol atau menjadi teman curhat adalah agenda yang tak boleh dilupakan. Aku meyakini kalau orang-orang yang sudah renta itu membutuhkan tempat untuk berbagi cerita apa yang dialaminya di masa lalu. Tidak sekedar dicukupi kebutuhannya secara materi dan kebutuhan pokoknya saja.
Aku menekankan pendampingan kepada orang-orang tua itu menjadi agenda utama. Sedangkan berbagi makanan itu hanya sebagai media agar pantas saat bertamu ke tempat tinggal mereka.
Konsep Panti Jompo
Setelah bertemu dengan para orang-orang jompo, aku melihat adanya celah sosial yang dapat kumasuki sehingga membuatku berpikir ingin mendirikan panti jompo untuk mereka yang kurang beruntung.
Panti jompo yang ingin kudirikan tidak hanya sebatas merawat orang-orang jompo dan memperhatikan kesehatannya belaka. Akan tetapi, aku ingin memberikan perhatian lebih pada mereka melalui program pendampingan secara khusus. Aku akan menyediakan pendamping khusus bagi mereka yang bisa dijadikan sebagai teman curhat atau berkeluh kesah. Hubungan mereka dengan pendamping dibuat selayaknya hubungan dengan anak sendiri agar tidak kaku.
Program kedua adalah pembekalan. Selain pendampingan, ada juga program pembekalan untuk persiapan kematian. Para orang-orang jompo itu akan aku ajak membuat kegiatan mengaji agama secara rutin, berdzikir secara rutin, dan kegiatan keagamaan lainnya secara rutin sebagai bekal untuk menghadap sang ilahi. Untuk program ini, aku akan menggandeng kyai lokal yang sudah berpengalaman berinteraksi dengan orang-orang tua.
Program ketiga adalah kunjungan keluarga. Aku akan membuat aturan adanya kunjungan dari keluarga secara berkala. Hal ini bertujuan untuk membuat para orang-orang jompo itu tidak merasa seperti dibuang atau diasingkan. Oleh sebab itu, anak, cucu, menantu, atau keluarga lainnya harus bersedia mengunjunginya secara berkala dengan program pendekatan keluarga yang harmonis.
Program hiburan. Aku juga berniat membuat program hiburan di panti jompo itu. Entah hiburan itu berupa bercocok tanam, merawat ternak, atau aktivitas lainnya yang bisa menghibur orang-orang jompo. Program seperti bercocok tanam, merawat ternak, atau lainnya ini selain bisa dijadikan hiburan juga bisa menjadi ladang penghasilan bagi mereka. Aku meyakini kalau orang-orang jompo yang merasa memiliki penghasilan sendiri akan jauh merasa terhibur dan memiliki harga diri. Paling tidak hasil kerjanya itu bisa digunakan untuk membelikan cucu mainan saat mereka berkunjung. Itu akan sangat menghibur bagi orang-orang jompo.
Program sapa tetangga juga akan aku terapkan di panti jompo agar panti ini tidak terkesan menutup diri dari masyarakat. Orang-orang jompo yang masih sehat akan aku libatkan pada kegiatan kemasyarakatan. Dengan merasa dianggap ada dan dibutuhkan oleh masyarakat sekitar panti akan membuat mereka jauh lebih merasa tenang dan nyaman meskipun jauh dari keluarga. Disamping itu, mereka juga akan merasa memiliki keluarga sambungan baru yang akan dapat menyemangati mereka menikmati hidup di usia senja.
Pemenuhan kebutuhan primer seperti makan, kesehatan, tempat tinggal, dll. merupakan keniscayaan yang akan dikelola oleh manjemen internal dengan melibatkan orang-orang jompo itu sebagai bagian dari tenaga inti maupun tenaga pendukung. Semangat bergotong royong untuk saling menghidupi panti jompo akan aku terapkan. Sehingga para orang-orang jompo itu merasa memiliki panti, bukan merasa seperti orang yang sedang dibuang atau diasingkan belaka.
Sedangkan pola makan yang akan aku terapkan di panti jompo adalah pola makan Food Combining yang telah terbukti mengobati banyak orang dari penyakit-penyakit ganas.
Untuk merealisasikan pembuatan panti jompo itu, aku masih belum memiliki cukup uang. Selama belum mampu mendirikan panti jompo, yang bisa kulakukan adalah menjalankan rencana jangka pendek yang telah kuuraikan di atas.
Aku membayangkan bisa berkolaborasi dengan orang lain yang memiliki niatan sama. Mungkin di luar sana ada yang mau diajak patungan untuk membuat panti jompo ini maka aku akan senang hati untuk membicarakan hal teknis selanjutnya.
Satu hal yang perlu diingat yaitu aku tidak berharap masuknya investor karena panti jompo yang mau aku buat ini bukan untuk komersialisasi. Ini semata merupakan ambisi sosial yang angin aku wujudkan untuk mengukir senyuman para orang-orang jompo di usianya yang senja.
Kalaupun ada yang mau patungan ya itu akadnya akad personal. Bukan akad bisnis atau untuk mencari keuntungan materi.