Cinta itu ibarat sebuah seni yang butuh dipelajari. Tanpa belajar mencintai yang baik dan benar, cinta bisa merusak orang yang dicintai atau merusak pecinta itu sendiri. Ibarat seorang pelukis, ia tak perlu mencari obyek yang indah untuk dijadikan sebagai bahan lukisan yang menawan. Ia hanya perlu belajar melukis indah agar obyek apapun bisa dijadikan sebagai lukisan yang indah. Demikian halnya cinta. Kita tak perlu mencari obyek yang tepat untuk dicintai. Kita perlu belajar mencintai dengan baik dan benar agar bisa merasakan keindahan setiap obyek yang dicintai.
Ibarat dalam dunia kepenulisan, seseorang perlu belajar tata cara menulis yang baik dan benar semisal EYD untuk dapat menghasilkan tulisan yang bagus. Seindah dan semenarik apapun topik yang disuguhkan tanpa dikemas dengan kaidah kepenulisan yang baik dan benar akan membuat tulisan itu tidak enak dibaca. Topik menjadi tidak menarik dan membosankan. Cinta juga demikian. Tanpa dijalani dengan baik dan benar, nikmatnya cinta akan menjadi sumber malapetaka.
Cinta yang indah, mulia, dan agung akan berubah menjadi sesuatu yang menyakitkan jika tidak dijalani dengan baik dan benar. Bahkan tak jarang menghancurkan kehidupan seseorang akibat gagalnya sebuah percintaan. Berapa banyak orang yang gantung diri akibat putusnya cinta? Berapa banyak manusia yang tak lagi mau bertegur sama dengan orang yang pernah dicintainya di masa lalu (mantan)? Berapa banyak orang yang menderita sepanjang hari akibat gagal moveon dalam bercinta?
Menurut Erich Fromm ada 4 tipe umum pecinta yaitu:
Pertama adalah reseptif. Pecinta jenis ini akan berusaha mencari kenyamanan dari orang yang dicintainya. Cenderung pilah-pilih obyek yang cocok untuk dicintai dan obyek mana yang perlu dijauhi. Tak heran jika pecinta jenis ini akan menimbulkan kubu-kubuan. Misalnya kubu kampret dan cebong.
Tipe kedua adalah eksploitatif. Pecinta tipe ini lebih frontal lagi dalam memanfaatkan orang yang dicintai untuk memenuhi kebutuhan atau memuaskan hasrat dibanding tipe yang pertama. Pecinta ini sudah tidak lagi mempertimbangkan perasaan orang yang dicintainya. Dia akan berlaku “suka-suka dia” untuk memanfaatkan orang yang dicintainya. Cinta jenis ini akan segera habis jika apa yang dieksploitasi dari orang yang dicintai telah habis.
Tipe selanjutnya adalah penimbun. Pecinta yang berwatak penimbun akan berusaha mempertahankan status quo secara mati-matian. Dia cenderung menginginkan apa yang dicintai tidak pernah berubah dari waktu ke waktu. Berharap selalu jadi miliknya. Ditandai dengan kecenderungan mengkeramatkan orang yang dicintai “hanya kamu lah satu-satunya orang yang aku cintai”, “tanpamu, aku bukanlah apa-apa”, “aku tidak bisa hidup tanpamu”, “aku hanya ingin hidup bersamamu selamanya”. Jika terjadi kehilangan akan menyebabkan pecinta tipe ini sulit melakukan moveon dan membuatnya sangat menderita. Jika dicintai oleh orang tipe ini suruhlah dia untuk belajar mencintai yang baik dan benar terlebih dahulu.
Tipe pecinta terakhir menurut Erich Fromm adalah pasar. Pecinta tipe ini cenderung mencintai seseorang untuk mendapatkan keuntungan. Dia menjual identitas kedirian untuk mendapatkan tujuan. Cenderung mengikuti trend agar laku di pasaran. Memperhatikan modal level semisal: Masak aku S2 gini dapet anak SMA. Pacaran 5 tahun sudah dapat apa? Masak aku terus yang telpon duluan? Masak aku terus yang traktir? Masak aku terus yang mengalah? Dan lain sebagainya.
Untuk dapat mencintai dengan baik dan benar, kita harus mengupayakan menjadi orang yang berwatak pecinta. Watak pecinta bisa diperoleh dari kebiasaan mencintai. Kebiasaan ini bisa diperoleh dari perilaku. Perilaku mudah mencintai bisa diperoleh dari penggunaan tutur kata yang lembut dalam bertegur sapa.
Salah satu ciri watak pecinta telah melekat di dalam diri adalah kita tidak lagi pilih-pilih orang untuk dicintai. Entah itu orang kaya atau miskin, ahli ibadah ataupun ahli maksiat, cantik ataupun tidak, fisik sempurna maupun penyandang disabilitas, dan beragam pembeda lainnya tak akan menghalangi kita untuk mencintai.
Mencinta seorang satu-satunya sebagaimana tipe penimbun yang merasa “tidak bisa hidup tanpa orang yang dicintai” sebetulnya bukanlah cinta melainkan egoisme yang diperluas. Dengan kata lain, sebetulnya ia takut kehilangan. Takut sendirian. Takut kesepian. Itulah problem eksistensial.