Benarkah Suka Mengantuk Tandanya Kurang Mikir?

Mengantuk adalah hal yang lumrah karena itu merupakan fitrah bagi manusia begitu pula dengan tidur yang merupakan syahwat biologis dan lumrah dilakukan. Mengantuk dan tidur seringkali menjadi sekuen di dalam kehidupan yang tak terpisahkan. Jarang sekali ada orang yang tertidur tanpa didahului rasa kantuk terlebih dahulu. Hanya saja, frekuensi mengantuk dan tidur yang berlebihan bisa menjadi masalah dan tadi malam aku membuat hipotesis suka mengantuk bisa menjadi tanda kurang mikir.
Benarkah Suka Mengantuk Tandanya Kurang Mikir?
Gambar Ilistrasi: Adeeba dan Kevin tiduran di pinggir jalan | doc. Widi Utami
Tadi malam, setelah melihat sebuah email dari Google yang mengabarkan bahwa akun Google Play Developer milikku dibanned karena dianggap melanggar kebijakan mengenai distribusi konten, aku ngobrol panjang lebar dengan Widut. Aku katakan padanya bahwa aku biasa saja mendapati hal itu meskipun banyak aplikasi buatanku hasil jerih payah selama beberapa tahun terakhir harus hilang dari peredaran. “Memang Allah seakan-akan menjagaku. Setiap aku menyukai sesuatu berlebihkan maka Allah akan mengambil apa yang aku sukai itu.”, kataku padanya. “Aku sudah sering mengalami hal ini jadi bisa berlaku biasa saja. Dulu, saat pertama kali dihadapkan dengan hal ini ya sempat emosi.” lanjutku.
Seperti biasanya, pembahasan menjadi melebar. Ia tanya apa yang seharusnya dilakukan jika ada orang yang membicarakan kekurangan pendengaran di depan matanya dan ia tahu apa yang dibicarakan itu. Ia bertanya apakah harus diam saja atau menjawab apa yang dibicarakan orang itu agar mereka tahu bahwa ia memahami apa yang dibicarakan meskipun tidak mendengar. “Pilih mana yang paling tidak kamu sukai dari dua hal itu. Yang paling tidak disukai itu biasanya yang bersebrangan dengan kehendak nafsu”, jawabku.
Aku memang selalu tegas menjawab apa yang ditanyakan Widut meskipun sebetulnya jawaban itu bisa saja melukai hatinya. Aku selalu menekankan bahwa tidak usah terlalu membawa perasaan dalam setiap urusan. “Terlalu bawa perasaan itu bisa menyebabkan jadi goblok”, kataku. Seorang ahli fikih yang menuruti perasaan akan menjadi serba salah misalnya merasa tidak enak untuk mengingatkan masyarakat yang melakukan ritual bersebrangan dengan aturan agama.
Gus Baha’ pernah bercerita bahwa dulu ada seorang alim yang setiap hari kegiatannya diisi dengan belajar dan mengajar sampai-sampai istrinya orang alim itu merasa diabaikan. Karena merasa diabaikan, ia mencari cara untuk mendapatkan perhatian. Suatu ketika, ia berpikir untuk membakar buku yang setiap hari menjadi penguras waktu bagi si alim. Istri si alim merasa bahwa buku itulah yang menjadi penyebab ia diabaikan. Setelah dibakar, ternyata ia tidak mendapatkan perhatian seperti yang diinginkan akan tetapi si alim malah menceraikannya karena merasa istrinya telah menjadi penghambat untuk khidmah pada ilmu.
Obrolan yang berlangsung sampai hampir kurang lebih dua jam itu membuat Widut tampak mengantuk. Aku pun kemudian nyeletuk, “ngantukan iku tandane kurang mikir”. Ia protes keras mendengar pernyataanku ini. Aku mengatakan bahwa itu baru sebatas hipotesis belaka. Aku melihat dari pengalamanku sendiri ketika sedang banyak pikiran, aku sering kali tidak merasakan kantuk. Tapi kalau sedang santai menjadi suka mengantuk. Aku pun meminta Widut untuk menanyakan hal ini pada teman-temannya apakah mereka juga mengalami hal yang seperti itu. Kalau iya maka hal ini bisa menjadi rumus.
Beberapa poin yang kusampaikan pada Widut saat itu adalah sebagai berikut:
  • Jika masih merasa takut seandainya ilmu dan pengetahuan yang kita miliki tiba-tiba hilang dan takut membayangkan jadi autogoblok didepan teman-teman karena tidak lagi bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan seperti sebelumnya maka itu tandanya kita masih merasa bahwa bisa mikir dan memiliki ilmu pengetahuan. Dengan kata lain belum bisa menempatkan bahwa ilmu dan pengetahuan itu hanya titipan dari Allah.
  • Pilih salah satu dari banyak hal yang paling tidak disukai. Hal itu berpotensi menghindari dari kehendak nafsu.
  • Kaidah yang menyatakan bawa wanita itu fitrahnya baper dan laki-laki fitrahnya rasionalis adalah salah. Karena di luar sana banyak wanita yang rasionalis dan lelaki yang baber. Tergantung bagaimana kita melatih diri sendiri.

Sedangkan  Suka Mengantuk Tandanya Kurang Mikir masih menjadi hipotesis. Butuh pembuktian untuk menjadi rumus.

Leave a Reply