Hada, yang Menunjukkan Abah-Ibunya ke Cahaya Suci

Sabtu, 23 Januari 2020, aku masih ke puskesmas dengan membawa surat rujukan periksa darah di Laboratorium Puskesmas Cebongan, Senin, 2 hari berikutnya. Usia kandunganku baru 36 minggu lebih 5 hari. Tidak kusangka, di sela-sela kabar ada tetangga yang positif covid, Sabtu malam jam 11-an aku mulai merasakan mules berulang-ulang dengan interval yang semakin rapat dan rasa yang semakin sakit.

Aku mengabarkan keadaanku di grup WAG Widi Birth Plan, WAG yang dibentuk oleh Klinik Ibu Alam Ngawen, sejak aku memutuskan untuk menjadikan Klinik Ibu Alam sebagai rujukan pertama melahirkan anak kedua pada minggu ke 21 kehamilan.

Ya, kelahiran anak kedua ini well planned. Trauma yang tersisa dari kelahiran si K membuatku pilah-pilih provider tempat melahirkan. Aku tidak ingin mengulang trauma yang sama, tidak pula ingin traumanya bertambah-tambah. 

“Bah, aku mules terus, masa sudah kontraksi? Apa palsu ya?” 

Abah K hanya mengedikkan bahu. Memintaku untuk beristirahat, mungkin hanya kontraksi palsu seperti yang telah lalu. Dini hari, aku masih tidur-tidur ayam karena merasakan nyerinya kontraksi. Aku menghitung durasi kontraksi dengan aplikasi Contractions. Baru 30 detik kontraksi dalam 5 menit. Bidan Indah menganjurkan untuk segera ke klinik jika durasi kontraksi sudah 1 menit.

Hada Nurusshofa

Berangkat ke Klinik Ibu Alam, Ngawen

Pagi jam 09.00, durasi kontraksi masih tetap 30 detik dalam 5 menit. Aku membangunkan abah K dan memintanya untuk beres-beres kamar karena dipan yang kami pesan akan datang minggu sore. Aku membantu beres-beres kamar di sela-sela kontraksi. Kamar dibersihkan, semua barang yang ada di dalam di keluarkan.
Setelah bersih-bersih kamar selesai, aku baru mengabarkan kepada Ibu jika aku sudah merasakan kontraksi dan berniat akan ke klinik pagi itu juga. Aku, abah K dan si K berangkat ke klinik jam 11-an siang. 
Bidan Dewi memeriksa pembukaan mulut rahim, baru pembukaan 1, katanya. Diskusi dengan abah K, kami memutuskan untuk berada di klinik karena cuaca mendung dan gerimis. Khawatir jika pulang ke rumah malah kesulitan untuk berangkat ke klinik.
Nuansa kamar di klinik Ibu Alam sungguh homy dengan cat warna hijau yang terkesan rileks. Serasa di kamar sendiri. Springbed bertingkat disediakan di kamar, lengkap dengan locker dan tempat menaruh makanan. Bidan Dewi membawa Gymball dan memintaku untuk duduk sambil menggoyang-goyangkan tubuh di atas Gymball.
“Ibu sakit?” tanya si K keheranan melihatku meringis setiap kontraksi datang. Aku mengangguk, berusaha untuk tetap tersenyum.
“Tidak apa-apa sakit sedikit, nanti adik lahir.” celetuk si K dengan polosnya.
Sore selepas Ashar, belum ada perkembangan yang berarti di durasi kontraksi. Masih stuck seperti Sabtu malam. Abah K meminta ijin untuk mengantarkan si K pulang. Aku tidak sampai hati mengijinkan si K tetap di klinik melihat Ibunya kesakitan. 

Menunggu Proses Pembukaan yang Lama

Ekspektasiku di kelahiran kedua tentu saja akan lebih cepat dibandingkan kelahiran pertama. Nyatanya, sampai maghrib durasi kontraksi belum menyentuh 1 menit. Maghrib datang, Bidan Dhilla meminta ijin untuk memeriksa pembukaan jalan lahir. Baru pembukaan 2. Ya Allah… pembukaan 2 saja sudah payah bener. Hahaha
“Bah, baru pembukaan 2 rasanya sudah payah banget ini.” sambat. Suami memang tempat sambat paling oke.
Abah K hanya mengangguk, menemani ngobrol, sesekali memijat kakiku yang kram Entah kenapa, setiap kali kontraksi, telapak kaki kananku selalu kram. Aku minta dipeluk abah K setiap kali kontraksi datang.
“Gimana kabarnya, Mbak? Sehat?” Bidan Indah Salist datang dengan senyuman khasnya. Bidan Indah ditunjuk sebagai Doula dalam birth plan-ku. Beliau juga yang menemani privat yoga selama kehamilan.
Sejak Bidan Indah datang, abah K menjadi lebih santai dan diam-diam belajar bagaimana menghadapi istri yang sedang menikmati datangnya kontraksi. Bidan Indah menemani dengan sabar, mengajak ngobrol tentang perkara macam-macam. Sesekali memberi tahu abah K bagian tubuh mana yang bisa dipijat untuk mengurangi sakitnya kontraksi.
Selama masa tunggu kontraksi ini, berbagai cara dilakukan oleh Bidan Indah. Memijat punggungku. Mengompres dengan bulir air hangat. Senam dengan Gymball dengan berbagai posisi; duduk, merangkak, jongkok. Beberapa kali dancing dengan memeluk bidan Indah.
Jarum jam sudah menunjukkan pukul 10 malam, tetapi kontraksi belum ada perkembangan berarti. masih 1 menit durasinya. Perkiraan baru masuk pembukaan 3. Jangan tanya bagaimana putus asanya aku. Bolak-balik ke kamar mandi untuk BAB tetapi tidak bisa. Mana kata Bidan Indah kalau enggak BAB kepala bayi tak kunjung turun. Hahahaha
Aku nyaris putus asa. Mengulang momen lahiran si K, jam 10 malam sudah pembukaan 9 dan dirujuk ke RS. Sementara di lahiran kedua ini jam 10 malam pembukaan 3 pun embuh-embuhan. Ya Allah, tolong. 
Aku mempersilahkan abah K untuk istirahat. Kondisi kesehatannya yang sempat refluk sejak Ashar tadi membuatku sedikit khawatir. Aku meyakinkannya untuk istirahat dulu dan merasa sangat cukup ditemani Doula Bidan Indah.
Hannaa Waladat Maryam, Maryam Waladat Isa. Ukhruj Ayyuhal Maulud, Biqudratil Malikil Ma’bud~

Mitos melahirkan kedua dst akan lebih cepat dan mudah karena sudah ada jalan lahir dari kakaknya hanyalah mitos belaka. Hahaha. Aku bolak-balik mengeluh ke Bidan Indah yang masih setia pijat dan menenangkan aku yang panik. Bidan Indah dan Bidan Dewi bahu-membahu untuk membuatku nyaman dan tenang. Membantu mengatur nafas. Memijat bagian tubuh yang kram. Bolak-balik mengganti bulir air hangat, mengambilkan kurma dan air minum.

Sungguh, aku merasa dimanusiakan di klinik ini. Diperlakukan bak saudara sendiri yang sedang berjuang. Ditemani dengan sepenuh hati, enggak ditinggal sama sekali. Selalu ditunggu. Meski durasi menunggu lahirannya panjang, aku merasa sedang pejuang, bukan sebagai pesakitan.

Welcome to the World, Hada

Aku tidak ingat sejak pukul berapa nafasku mulai memburu dengan durasi yang semakin panjang. Di sela-sela kontraksi yang sangat rapat dengan nafas memburu, aku sempat tidur-tidur ayam ditemani pijatan Bidan Indah dan Bidan Dewi. Entah pukul berapa aku mulai lost kontrol, keinginan untuk mengeden tidak bisa kutahan. 
Kutenangkan diri sebisaku dengan mengambil nafas cepat hingga tiup-tiup. Bayangan akan melahirkan dengan metode tiup-tiup yang viral itu sungguh hanya sebuah mimpi yang sangat jauh. Hahaha. Kulihat bidan Indah lari memanggil Bidan Dhilla dan abah K. Kurasakan ada sesuatu yang sangat mengganjal di vagina.
“Sudah boleh ngeden ya, mbak Dhilla?” tanyaku ketika Bidan Dhilla memberi intruksi proses lahiran aktif akan dimulai. 
Aku kesulitan dengan posisi telentang. Bidan Dhilla memintaku untuk miring ke kiri ke arah Abah K. Aku enggak ingat bagaimana prosesnya, berapa kali ngedennya. Aku hanya ingat abah K, bidan Indah, bidan Dhilla, bidan Dewi dan mbak Bidan yang satu lagi bahu-membahu mengkondisikan lahiran yang nyaman. Tidak ada bentakan, adanya pujian. Tidak ada dorong-mendorong, bidan di klinik Ibu Alam setia menunggu kapan posisi bayi berada di posisi yang tepat.
Hada lahir berbarengan dengan pekikan takbir spontan. Aku lega melihatnya menangis meski tidak bisa mendengar suara tangisannya. Super lega karena Hada lahir tepat di minggu ke 37 dan pertanda sehatnya ada di tangisannya.
Hada ditaruh di atas tubuhku. Kulit kami bersentuhan. Kurasakan tangan mungilnya. Ya Allah… akhirnya. Ketakutanku belum tuntas, aku trauma dijahit. Belum-belum aku sudah tegang saat Bidan Dhilla meminta ijin untuk memulai proses menjahit.
Ternyata, enggak sesakit yang kubayangkan. Aku lega saat Bidan Dhilla mengabarkan jika proses menjahit sudah selesai. Kondisiku pasca melahirkan sangat stabil. Enggak linglung, enggak pusing, enggak lemes. 
Aku merapal syukur berkali-kali. Meski durasi kontraksi terhitung panjang dan tetap meninggalkan jahitan, aku menjalani proses kehamilan dan kelahiran Hada dengan hepi. Sakit kontraksi dan melahirkannnya sama, tetapi cara menghadapinya beda. 
Selepas lahiran, aku sudah langsung ngobrol dengan abah K, saling bercerita dan terbahak saat abah K dikira hantu lantaran bolak-balik ke kamar mandi di ruang Yoga.
Aku pun mengabarkan kelahiran Hada dengan gembira. Welcome to the World, Hada. Selamat datang Hada, yang memberikan petunjuk kepada abah dan ibu dimana cahaya suci berada. 

 

Leave a Reply