Aku dengan si K terbiasa ngobrol panjang lebar membahas seputar tontonan dia dan tokoh imajinatifnya. Obrolan ini berbeda dengan bermain peran menggunakan mainan sebagai tokoh yang oleh si K disebut dengan istilah “Bilang-Bilangan”.
Ngobrol dengan si K ngalir begitu saja mengikuti kemauan dia mau ngobrolin apa. Sering kali obrolannya ngelantur gak jelas. Alurnya lompat sana lompat sini. Tokoh yang dibicarakan campur aduk. Fiksi atau nyata seringkali tak bisa dibedakan. Aku tetap berusaha menjadi teman ngobrol yang baik meskipun tidak paham apa yang dibicarakannya.
Ketika aku tidak memahami arah pembicaraannya, aku menebak saja respon apa yang diinginkan olehnya. Nyambung atau tidak bukan urusan asal dia senang. Tujuanku satu yaitu menjadi kawan berbagi dengan cara masuk ke dalam dunianya. Orang-orang boleh jadi tertawa geli mendengar ocehan si K yang cenderung cepat tp masih terkendala penguasaan bahasa. Sedangkan aku malah meniru gaya bahasanya.
Malam ini, doi telpon waktu aku sudah siap-siap mau bobok. Ia katakan semua keinginannya kemudian ia ceritakan apa saja yang terjadi, apa saja yang dia lakukan. Jajan apa hari ini, main sama siapa, dll. Terkadang satu bagian diulang beberapa kali. Meskipun aku sudah sangat ngantuk harus tetap berusaha menjadi teman ngobrol yang asyik agar dia tidak kecewa. Ya meskipun aku lebih banyak menjadi pendengar saja. Mengalir begitu saja sampai tak terasa sudah sampai 29 menit dia ngoceh absurd dengan penuh semangat.
Aku sangat yakin tak butuh waktu lama dia akan bisa menjadi teman diskusi yang asyik. Teman curhat menghadapi kenyataan hidup dan penghidupan.
Memang benar kalau anak itu bisa menjadi mursyid ruhani bagi orang tuanya. Aku banyak belajar dari si K mengenai sikap, cara, rasa, dan lain sebagainya.