“Aku nggak mau jika nanti saat yaumul hisab nunggu kamu yang kelamaan dihisab bajunya. Tak tinggal lho, ya.”
Ucapan suami yang selalu terngiang-ngiang ketika ingin hunting baju. Ucapan singkat yang berhasil membuatku urung membeli baju jika tidak benar-benar urgen. Ucapan yang menahan lisan untuk menyampaikan jika ingin beli gamis/ baju saat jalan-jalan bareng suami, padahal beliau bukan tipikal suami yang pelit, amplop gajian, ATM, dan everything hasil keringat beliau istrinya yang megang. Beliau hanya memegang uang sekedar untuk nongkrong di angkringan.
Fitrahnya perempuan pada umumnya, selalu ribet urusan penampilan. Selalu merasa kekurangan baju, padahal baju segambreng begitu hingga almari nggak muat. Pusing setiap kali akan keluar, bukan lantaran stock baju habis, tetapi saking banyaknya pilihan baju, itu pun masih berkata; nggak ada baju. Hayo, ngaku.
Seorang kyai–Allahu yarham–, aku lupa siapa nama beliau, membatasi bajunya hanya tiga lembar. Sarung tiga lembar, gamis tiga lembar, pokoknya tidak boleh koleksi baju lebih dari tiga. Setiap kali ada orang yang memberi beliau baju, baju itu beliau simpan dan akan diberikan kepada siapapun yang membutuhkan kelak dalam keadaan baju masih baru.
Ada lagi kisah Mursyid Tariqah yang membeli baju setiap hari Jum’at untuk dipakai saat sholat Jum’at, tetapi setelah sholat Jum’at baju baru tersebut diberikan kepada orang lain. Semata untuk menjaga hatinya agar tidak tergantung pada duniawi, termasuk baju sekalipun. MaasyaAllah…
Lalu, bagaimana dengan kita yang bajunya bejubel-jubel, setiap kali ganti model rasanya wajib beli. Mana gamis-gamis jaman sekarang modelnya cantik-cantik, dan tentu saja, harganya tidak murah? Bahkan nyaris setengah juta?
Berikut tips yang kukumpulkan dari perbincangan ringan bersama suami dan kyai agar perjalanan hisab kita tidak puanjang, ngenes banget membayangkan ditinggal suami cuma gara-gara kelamaan dihisab koleksi bajunya sama malaikat, kan romantis jalan ke Syurga pun bareng. Impian semua pasangan. Aaamin ya Rabb.
- Beli baju jika butuh saja. Ingat, kebutuhan berbeda dengan keinginan. Misalnya, saat badan melar dan baju-baju yang langsing sudah tidak muat lagi. Hehehe.
- Berikan baju yang sudah tidak terpakai kepada orang lain, sesuka apapun kita kepada baju tersebut, sefavorit apapun baju itu buat kita. Kalo ini rada susyah, kan nanti kalo langsing lagi bisa dipakai. Hahaha.
- Saat keinginan beli baju tidak terbendung, dan akhirnya khilaf beli–ah, perempuan, beginian dianggap khilaf. :D– langkah pertama yang harus dilakukan adalah memberikan baju sejumlah yang kita beli kepada orang lain, jadi jumlah lembaran tetap sama dan tidak menambah sesak lemari. :p
- Ada tips keren, ketika akan membeli baju, tas, sepatu branded, tanyakan kepada diri sendiri; jika bersedekah dengan nominal sama dengan harga yang akan kita beli tersebut, kira-kira bagaimana? Jika merasa sanggup, beli saja, dan sedekahlah sesuai nominal. Jika tidak… Mundur teratur saja. Hahahaha.
Setiap hal akan dihisab, termasuk urusan baju.
Ah, kadangkala, sebagaimana perempuan umumnya, aku memang sedih saat suami tidak menyetujui untuk membeli tas, baju yang kelihatan keren. Tetapi di sisi lain, aku dibuat jatuh cinta berkali-kali, ternyata beliau tidak sekedar memikirkan keadaan duniaku, tetapi juga berfikir jauh ke depan; bagaimana dengan akhiratku nanti.
.
Tak kiro isine se-ngeri judule beb,,hiihii,,
great!!
nek dilengkapi dalil dlsb ketoke dadi ngeri lho, tp ilmuku ra nyandak blasss. 😀