Idealisme dalam Mendidik Anak

Memberikan pendidikan pada anak adalah kewajiban orang tua. KH Agoes Ali Mashuri, pengasuh Ponpes Bumi Sholawat Sidoarjo pernah menganalogikan orang yang meninggalkan kewajiban untuk menjalankan perkara yang sunah atau bahkan mubah itu seperti orang yang sedang memakai ikat pinggang tapi tidak memakai celananya.

Aku dulu sangat idealis dalam hal pendidikan anak. Sampai-sampai aku mengajukan satu syarat pra nikah pada Ayi untuk tidak menjadi PNS agar bisa mendidik dan mengurus anak di rumah dengan leluasa menggunakan metode dan strategi yang disepakati bersama.

Seiring berjalannya waktu, kami semakin menyadari ada banyak kekurangan di sana-sini dalam mendidik anak. Kami pun tak bosan-bosan untuk kulakaan ilmu dan pengetahuan dari siapa saja yang bisa dijangkau. Pernah juga merasa dilema, serba salah, dan ragu akan apa yang telah dilakukan pada anak. Kami(Aku, Ayi, dan si K) bergantian beli buku hampir tiap bulan. Menyesuaikan budget.

Ada beberapa orang yang bilang kalau pencapaian akademik si K saat ini telah melampaui anak seusianya. Barangkali, ini barangkali lho, ya… Itu berkat istriku mengetuk pintu langit dengan ketulusan hatinya menuruti kemauanku. Disamping itu, satu hal yang benar-benar kami pegang teguh sampai detik ini adalah dhawuhnya KH. hasyim Muzadi “Allah seringkali membereskan masalah kita disaat kita sibuk membereskan orang lain”.

Amalan yang diajarkan Romo Yai Asrori Al-Ishaqi juga menjadi senjata andalan untuk menjaga hati agar tetap waras dalam mendidik anak. Mendoakan anak orang lain yang ditemui di jalan, sekolah, atau tempat lain menjadi wiridan yang berusaha kami dawamkan. Paling tidak mendoakan sekolah atau madrasah lain yang aku tidak ikut terlibat di dalamnya menjadi usaha minimal untuk menjaga hati agar bisa terhindar dari kesombongan dan penyakit hati lain yang cenderung ingin membinasakan “saingan”.

Aku dan Ayi sama-sama jurusan kependidikan namun karena idealisme yang sok-sok-an, kami memilih menyalurkan ilmu dan pengetahuan melalui jalur lain (non formal). Selama itu, banyak hal yang kami pelajari dan sadari.

Hari ini, aku rasa sudah cukup diam diri di rumahnya. Sesuai dhawuh Gus Baha’ bahwasannya kebaikan itu harus dimaklumatkan agar tidak kalah dengan kemaksiatan yang dipertontonkan setiap saat yang tak jarang menggunakan strategi bakar-bakar uang untuk mencapai eksposur sesuai target.

Apalagi yang akan kami lakukan? Sementara masih dirahasiakan 😉

Leave a Reply