Menjadi orang yang tidak enakan itu terkadang membuat susah. Contohnya saja saat ada orang yang meminjam uang pada kita padahal saat itu kita juga sedang butuh akan membuat kita menghadapi dilema. Kalau mau menolak kok merasa gak enak. Tapi kalau mengiyakan kok kita sendiri sedang butuh.
Saat melihat saudara serba kekurangan. Akan tetapi saat dibantu malah merasa direndahkan martabatnya. Ini akan membuat kita dilanda dilema juga.
Saat mendapati anak saudara mengalami hambatan perkembangan akan tetapi malah ditinggal bekerja akan membuat kita berpikir macam-macam. Kalau gak kuat, bisa saja kita ikut campur pada rumah tangga orang lain. Kalaupun tidak, kita akan terus memikirkannya sampai-sampai gemas sendiri dibuatnya.
Masih banyak contoh yang lainnya. Mungkin berbeda-beda kasus tapi pada intinya sama. Apa yang kita harapkan tidak sesuai dengan kenyataan. Bahkan tak jarang membuat kita berandai-andai jika jadi orang itu pasti akan begini dan begitu. Betul?
Stop! Kini, saatnya kita berhenti. Tidak semuanya yang ada di sekeliling kita harus dipikir. Kita tidak harus selalu terlibat pada urusan orang lain. Memberikan simpati dan empati sih boleh-boleh saja. Akan tetapi kalau selalu merasa harus terlibat terlalu jauh itu yang tidak benar.
Kita sebagai manusia diberi kapasitas masing-masing. Tidak semua hal yang terlintas dibenak kita harus dipikirkan sampai tuntas. Toh kalau kita tidak ikut campur pada urusan orang lain maka kedupan mereka tetap akan berjalan sebagaimana mestinya.
Kita bukanlah Tuhan yang akan sanggup menyelesaikan permasalahan semua orang. Tidak perlu berlagak sok hebat seakan menjadi superhero yang dapat menyelamatkan banyak umat manusia. Heh! Sadar! Kita ini bukan lagi main film. Kita ini hidup di alam nyata.
Biarkan semuanya berjalan sesuai kodratnya masing-masing. Kita jalani saja peran kita dengan sebaik-baiknya. Kalau ingin menolong cukup lakukan semampunya. Jangan menetapkan target harus sampai tuntas. Kecuali kalau merasa sebagai perwakilan Tuhan tidaklah mengapa.