Mengenal Bullying dan Ciri-Cirinya Agar Tidak Salah Kaprah

Bullying menjadi istilah yang tak lagi asing di telinga semenjak merebaknya content creator di jagat digital Indonesia. Terutama para seleb sosmed yang banyak berkontribusi membuat istilah bullying naik daun. Sehingga anak-anak kecil usia balita pun sudah banyak yang fasih melafalkan istilah ini.

Banyak orang yang kemudian salah kaprah menggunakan istilah bullying ini pada kehidupan sehari-hari. Sedikit-sedikit merasa dibuli. Hinaan atau ejekan biasa dianggap pembulian. Padahal orang yang dihina atau diejek itu bisa mengejek balik orang tersebut.

Nah dari situlah pentingnya memahami apakah yang dinamanak bullying atau perundungan itu dan bagaimana ciri-cirinya.

Definisi Bullying

Ayi pernah menuliskan artikel cukup panjang tentang bullying yang berjudul Verbal Bullying Orang Tua kepada Anak, Jangan-jangan Kita Pelakunya?. Di sana, dia mengemukakan definisi bullying sebagai berikut:

Bullying atau perundungan adalah suatu tindakan atau perilaku menyakiti baik dengan kekerasan fisik, psikologi maupun verbal. Bullying bertujuan untuk mengontrol orang lain, namun dengan cara kekerasan. Sudah cukup banyak artikel yang membahas dampak negatif bullying. Bahkan emak K sendiri masih memiliki sisa-sisa sampah yang timbul karena bullying.

Ibu Rahmawati dalam sebuah buletin KPIN volume 2 nomor 2 Januari 2016 memberikan pengertian bullying secara harfiah seperti berikut:

“Secara harfiah, kata bully berarti menggertak, dan mengganggu orang lain yang lebih lemah. Istilah bullying di kemudian hari digunakan untuk merujuk pada perilaku agresif seseorang atau sekelompok orang, yang dilakukan secara berulang-ulang terhadap orang atau sekelompok orang lainnya yang lebih lemah dengan tujuan menyakiti korbannya secara fisik maupun mental. Di samping itu, bullying merupakan perilaku agresif yang dibangun dari adanya niat dengan sengaja untuk menyebabkan ketidaknyamanan secara fisik maupun psikologis”

Ciri-Ciri Bullying

Lalu apa saja ciri-ciri bullying yang biasa terjadi secara umum agar kita tidak salah kaprah mengatakan suatu penghinaan, olok-olok, atau ejekan sebagai bullying. Memang ketiga hal tersebut sering ditemukan pada kejadian bullying. Namun, tidak lantas semua hinaan, olok-olok, atau ejekan dikategorikan sebagai bullying. Kita lihat dulu ada ciri-ciri berikut atau tidak.

Kekuatan Tidak Seimbang

Ciri yang pertama perlakuan bullying adalah adanya kekuatan yang tidak seimbang dengan korbannya. Entah karena pelaku memiliki tubuh yang lebih besar atau fisik yang lebih kuat, status sosial yang lebih tinggi, jumlah teman atau orang yang bisa diprovokasi lebih banyak, jenis kelamin, perasaan superior atau merasa lebih senior atau lebih berpengalaman, merasa memiliki backup(jawa: dekengan) yang kuat, dan lain sebagainya.

Pada dasarnya ciri yang pertama ini menunjukkan kalau korban memiliki kekuatan yang lebih lemah dibanding pelaku. Sehingga kemampuan bertahan diri individu atau kelompok yang menjadi korban bullying akan jebol karena tidak mempu menahan kekuatab yang lebih besar.

Andaikata kekuatan itu imbang maka yang terjadi bukanlah bullying melainkan saling serang karena yang satu cenderung ingin mengganggu dan satunya lagi berusaha mempertahankan diri.

Seringkali orang yang melakukan bullying memang sengaja ingin menunjukkan kekuatannya atau daerah kekuasannya. Dengan begitu, dia merasa menjadi orang yang keren. Bisa juga karena dulunya dia juga menjadi korbal bullying. Nah! Ketika ia di posisi memiliki kekuatan berusaha melampiaskan dendam masa lalunya dengan cara membully orang lain.

Sistematis

Ciri kedua adalah bullying dilakukan secara sistematis atau terencana. Biasanya diawali dengan adanya pihak yang menjadi provokasi kalau dilakukan secara berkelompok.

Kalau ada orang terinjak kakinya kemudian spontan misuh “jancuk, matamu…, assuu, ” itu bukanlah bullying ketika berhenti sampai di situ saja. Namun kalau dia berupaya menghimpun kekuatan yang lebih besar untuk membalas dengan yang lebih kejam baru bisa dikatakan indikasi bullying ada di sana.

Intens dan Berulang

Tidak semua perilaku agresif seperti menyerang secara verbal maupun mental dikatakan sebagai bentuk bullying. Hal itu perlu dilihat dari intensitas dan jumlah kejadiannya.

Orang yang mudah marah dan ketika sedikit merasa terganggu spontan menyerang orang lain belum bisa dikatakan melakukan pembullyan ketika ciri pertama dan kedua tidak ditemukan.

Perbedaan perlikau agresif biasa dengan bullying adalah biasanya orang yang agresif bertindak karena ada pemicu eksternal. Entah merasa terganggu, tersinggung, terancam, atau lainnya. Sedangkan pelaku bullying umumnya mencari-cari atau sengaja memunculkan pemicu agar ada alasan untuk mengganggu korbannya itu.

Banyak faktor yang menyebabkan pelaku bullying mengulang perbuatannya dengan intensitas yang beragam. Beberapa faktor di antaranya adalah menjaga kepentingan ekonomi, superioritas, atau memuaskan diri sendiri karena merasa bisa mengatur orang lain.

Dampak Bullying

Dampak negatif dari bullying bisa mengenai korban maupun pelaku. Kita bisa menggunakan konsep sebab-akibat yang menyatakan bahwa setiap akibat berasal dari sebab, setiap akibat akan menjadi sebab yang pada saatnya nanti akan menimbulkan akibat. Jadi sebab-akibat-sebab-akibat terus berulang-ulang tanpa benti.

Dampak Bullying Bagi Korban

Banyak dampak negatif bagi korban yang ditimbulkan dari perlakuan bullying. Diantaranya adslah perasaan tidak aman, merasa terisolasi; mengalami harga diri rendah, merasa depresi, hingga yang paling ekstrim adalah munculnya keinginan melakukan bunuh diri. Pada jangka panjang, korban bullying dapat mengalami gangguan emosional dan kepribadian.

Korban bullying akan kehilangan kepercayaan diri seiring berjalannya waktu. Hal ini akan membuatnya lebih mudah menyalahkan dan mengumpat pada diri sendiri ketika mengalami kegagalan. Hal itu akan membuatnya tiada gunanya hidup di dunia. Kalau imannya masih kuat mungkin dia tidak akan melakukan bunuh diri. Hanya saja, dia sudah tidak lagi memiliki semangat untuk hidup. Dia menjalani hidup tanpa memiliki tujuan.

Ada juga korban bullying yang mengalami trauma sehingga tidak berani lagi ketemu orang lain. Dia akan menjadi mudah gelisah, panik, atau anxiety secara tiba-tiba mana kala mengalami situasi yang mirip dengan situasi saat dia dibully. Bahkan mendengar suara jam, nada dering ponsel, atau bell sekolah bisa membuatnya ketakutan manakala suara-suara itu mengingatkannya pada peristiwa bullying yang dialaminya.

Ketika perlakuan bullying dilakukan secara sistematis, intens, dan berulang dengan cara yang hampir selalu sama akan membuat alam bawah sadar korban menanamkan stimulus yang akan memicu dia melakukan sesuatu. Teori classical conditioning dari Pavlov terjadi di sini. Bisa saja ia tiba-tiba menangis, berlari, tiarap, atau lainnya hanya karena mendengar bunyi tertentu.

Dampak Bullying Bagi Pelaku

Dampaknya bagi pelaku juga banyak. Diantaranya adalah hilangnya rasa empati, menipisnya toleransi dan penghargaan terhadap orang lain, mudah memberikan label/stigma tertentu, mudah menyalahkan orang lain, hingga mengambil hak orang lain dengan menggunakan kekuasaaan yang dimiliki, ataupun menjadi pelaku tindak kriminal.

Berhati-hati dan waspadalah jika anak-anak kita mudah memberi label pada temannya secara berulang semisal: si A goblok, si B nakal, si C cengeng, dll. Kalau hal itu dilakukan secara terus menerus bisa menjadi indikasi anak tersebut berpotensi melakukan bullying. Perlu ada tindakan pencegahan.

Dampak lainnya juga yang biasa terjadi pada pelaku bullying adalah post power syndrome atau sindrom kehilangan kekuasaan. Ketika dia tidak lagi memiliki kekuatan untuk mengajak orang lain membully seseorang atau kelompok maka dia akan merasa terabaikan, terkucilkan, dll. Hingga akhirnya dia tidak lagi merasa nyaman dan aman. Bahkan bertemu dengan orang-orang yang menjadi korbannya akan membuatnya merasa tidak nyaman. Ada kekhawatiran kalau dia akan melakukan balas dendam, dll.

Kesimpulan

Tidak semua perilaku agresif dapat dikategorikan sebagai bullying. Perilaku agresif yang bisa dikategorikan sebagai bullying biasanya memiliki ciri-ciri: adanya kekuatan yang tidak seimbang, dilakukan sscara sistematis, dan dilakukan secara intens dan berulang.

Leave a Reply