Sowan Mbah Yai Zain

Kemarin malam, saat menghadiri musyawarah terfokus kemandirian ekonomi ranting NU di rumah pak Kasmin selaku ketua MWCNU Argomulyo, aku mendapat pesan dari pak Miftah Kalibening. Beliau mengajak sowan ke mbah Zain esok hari pukul 08.00. Berangkat dari rumah beliau bersama-sama.

Keperluan sowan adalah untuk membahas ide pemberdayaan ekonomi warga NU yang kami gagas bersama. Aku pun mengiyakan ajakan itu dengan bersemangat.

Isi Musyawarah di MWCNU

Sebelum aku memulai bercerita mengenai sowan ke mbah Zain, alangkah baiknya aku sampaikan juga mengenai apa yang dibahas pada pertemuan pengurus ranting untuk musyawarah terfokus kemandirian ekonomi NU itu. Aku sendiri sebetulnya bukanlah pengurus ranting. Hanya saja pak Damsuki selaku ketua ranting Noborejo mengajakku untuk hadir karena aku pernah menyampaikan ide pemberdayaan ekonomi padanya sebelum aku sampaikan ke pak Agus Suaidi (ketua MUI Salatiga saat ini), pak Miftah Kalibening (anggota DPR komisi III), mbah Dimyati (pengurus PWNU Jawa Tengah), dan beberapa teman yang lainnya.

Aku membayangkan format musyawarah itu benar-benar diskusi seperti yang sering kulakukan saat ini yaitu mengumpulkan ide dari bawah kemudian baru memilih bersama-sama mana yang mau dijalankan. Ternyata pak Kasmin (ketua MWCNU Argomulyo) dan pak Mardianto (ketua LP PCNU kota Salatiga) langsung memberikan 2 rekomendasi kegiatan ekonomi yang hendak dijalankan yaitu: pembuatan warung NU di setiap ranting dan pengaktifan koin NU menggunakan kaleng.

Ruang diskusi untuk memuncukan gagasan kurasa sudah tertutup. Karena berkali-kali pak Mardianto menekankan antara dua kegiatan ekonomi itu mana yang akan dijalankan terlebih dahulu, pengurus ranting dipersilahkan untuk memilih sesuai kondisinya masing-masing.

Mungkin saja hal itu terjadi karena selama ini gagasan untuk berdaya secara ekonomi tidak banyak bermunculan dari bawah sehingga lamgsung saja dimunculkan dua rekomendasi tersebut dari atas agar musyawarah menjadi efektif dan tidak terlalu memakan waktu.

Sowan Mbah Zain

Esok hari, ternyata aku telat sampai rumah pak Miftah karena harus mengantar si K dan ibunya ke sekolah. Mereka mau ikut piknik ke Celosia yang diadakan oleh RA Miftahul Jannah. Pak Miftah berangkat duluan ke rumah mbah Zain kemudian membagikan lokasinya (share loc) padaku sesampainya di sana.

Tanpa panjang lebar, aku langsung menyampaikan gagasanku pada mbah Zain terkait mendirikan pusat layanan terpadu. Sehingga warga NU pada khususnya dan warga Salatiga pada umumnya bisa merasakan kehadiran NU.

Aku membayangkan jika NU Salatiga bisa menyediakan layanan ambulan, MC, imam tahlil, aqiqoh, tausyiyah, guru ngaji, dan lain sebagainya maka akan sangat dirasakan manfaatnya. Selain itu, kita juga bisa membuat Event Organizer untuk melayani walimah warga. Perlengapan dan peralatan untuk itu kita kerjasama dengan pihak yang selama ini sudah jalan. Tanda tangan MoU mengenai komisi atau bagi hasilnya. Sehingga pelaku usaha catering, tratak, MC, qiroah, dan lainnya bisa tersalurkan di sana dengan kontrak kerjasama yang jelas. Alih-alih kita menjadi pesaing mereka dengan membuat tandingan.

Inti yang ingin aku perjuangkan adalah pemberdayaan ekonomi warga. Kita menggandeng semua warga NU yang memiliki usaha atau ketrampilan untuk diberdayakan. Kita salurkan dagangannya atau ketrampilannya melalui platform layanan terpadu itu tadi. Bisa juga kita menjadi supplier untuk usaha mereka yang masih berkembang dengan memberi pinjaman modal dalam bentuk barang bahan pokok produksi serta melakukan pendampingan.

Misalnya saja kita memberi pinjaman modal dalam bentuk tepung terigu untuk pelaku usaha kue, cilok, atau lainnya.

Aku juga menyampaikan pada mbah Zain jika aku kurang setuju mengenai pendirian warung NU yang disampaikan pada musyawarah di MWCNU itu tadi. Aku merasa bahwa warung NU akan menjadi masalah diantaranya adalah:

  • Menjadi pesaing warung yang ada di sekitar. Hal ini akan membuat orang yang merasa tersaingi beserta orang terdekat (kelompoknya) kurang bersimpati pada NU
  • Sebagian pengurus ranting masih belum selesai dengan urusan ekonominya sendiri. Jika mereka disuruh mengurus warung NU maka waktu untuk mecari maisyah untuk keluarga berkurang. Hal ini akan membuat keadaan ekonominya semakin rentan.
  • Rawan konflik kepentingan jika pengurus NU yang kondisi ekonominya lemah tapi mengurus warung NU yang memiliki provit lumayan. Bisa saja mereka berpikir akan mengambil alih usaha itu atas nama pribadi dengan segala rasionalisasinya.
  • Rawan konflik keluarga. Bisa saja satu pihak memang sangat kuat keinginannya untuk berkhidmah kepada NU. Tapi di sisi lain ada anggota keluarga yang menjadi tanggungan yang belum tentu memiliki semangat sama. Ketika urusan domestik belum terselesaikan dengan baik namun malah mengurus urusan sosial maka akan sangat berpotensi memunculkan konflik di dalam keluarga.

Alhamdulillah mbah Zain bisa menerima argumentasiku. Dalam waktu dekat insya Allah akan diadakan pertemuan pengurus NU dan banom tingat MWC se Salatiga untuk menindaklanjutinya.

Leave a Reply