Sore itu, saat menemani si K main Roblox, aku merasakan ada yang aneh pada tubuhku. Rasanya seperti sedang kehausan tapi tidak merasakan nikmat saat minum.
Aku memutuskan untuk membuat teh panas. Aku memang sudah terbiasa ketika kehauasan akan mencari minuman panas untuk meredakannya. Biasanya sih cukup dengan air putih hangat tapi entahlah sore itu rasanya kok ingin banget minum teh panas.
Setelah selesai kuseduh, tiba-tiba rasa ingin minum teh itu seketika hilang. Meskipun rasanya tidak ingin minum, aku tetap berusaha menghabiskannya. Akan tetapi ternyata tetap tidak habis juga. Aku menyerah tidak ingin minum teh itu lagi. Aku kemudian mengambil air putih untuk kuminum sepuasnya.
Beberapa saat kemudian, aku mengajak Ayi ke ATM sekaligus nyari makan di luar karena kebetulan Ayi tidak masak untuk makan malam.
Rencananya, kami mau makan penyetan dengan lalap yang banyak sambil menikmati senja di luar. Hanya saja saat menunggu pesanan disiapkan, aku sudah mulai menggigil kedinginan. Aku minta nasinya dibungkus saja. Dimakan di rumah.
Mulai malam itu, aku demam. Menggigil gak karuan. Aku minta Ayi untuk memelukku erat. Hada untuk sementara ditemani si K sampai bosan. Dalam semalam, tubuhku berkali-kali basah kuyup oleh keringat yang baunya sangat mengganggu. Kata Ayi selama aku sakit belum pernah keringatnya sebau ini.
Alangkah sabarnya dia hampir sepanjang malam memelukku sambil menahan bau keringat yang menusuk hidung 😷. Aku yakin sebetulnya dia melakukan itu dengan sangat terpaksa 😂.
Demam dengan mengeluarkan bau menyengat ini terjadi kurang lebih selama 5 hari. Sedangkan aku sendiri sudah mulai anosmia (tidak bisa mencium bau) pada hari kedua (atau ketiga).
Pada hari kedua, Ayi ikut tumbang. Suhu tubuhnya hampir 39. Tapi hebatnya dia masih mempu memelukku ketika aku menggigil. Tapi jujur saja, suhu tubuh Ayi yang meningkat itu memberi keuntungan di sisiku. Mengurangi rasa dingin yang menjangkit tubuhku.
Pada hari ketiga, Ayi sudah tidak demam. “Enak kemarin benar-benar bisa menghangatkanku” candaku padanya. Pada hari itu, aku sudah mulai kehabisan cadangan energi. Mulut mulai terasa pahit, makan tidak enak, malas bicara banyak.
Pada hari keempat keluhanku masih sama yaitu menggigil kedinginan sambil mengeluarkan keringat yang sangat bau. Tidak ada gejala sesak nafas. Gejalanya khas seperti demam yang biasa aku rasakan saat sakit. Hanya saja intensitas dan frekuensi menggigilnya lebih banyak. Hanya saja pada saat ini ditambah anosmia.
Aku sudah tidak bisa mencium bau apa pun tapi masih bisa merasakan beberapa rasa makanan. Aku masih bisa merasakan manis, asin, kecut, dan pahit. Agar aku tetap bernafsu makan (tidak muntah), aku minta disediakan makanan yang sangat berasa entah asin, manis, atau kecut. Aku menghindari makan pedas karena takut ada gangguan pencernaan yang akan malah menambah sensasi saja. Maklum alumni GERD tidak akan mau mengambil resiko.
Hari selanjutnya perutku berulah. Mungkin karena asupan makanan kurang membuat perutku seperti diremas-remas bercampur mual. Aku sudah tidak bisa membedakan lagi mana yang sensasi karena demam dan mana yang karena refluks. Sudah membaur menjadi satu. Sedangkan badan rasanya pegal-pegal. Berkali-kali aku minta dipijit Ayi. Sekali bisa sampai 3 kali. Pijat ringan saja untuk membantu saraf bereaksi.
Aku sudah merasa kehabisan cadangan energi. Jus sayur hanya masuk sedikit saja. Ketika berusaha kupaksa untuk minum malah mual. Aku pun kemudian mengubah frekuensi pikiran yang awalnya “makan banyak-banyak untuk menguatkan prajurit imun (ofensif)” menjadi “makan dan minum seperlunya saja untuk bertahan (defensif)”. Mode puasa diaktifkan.
Hari berikutnya aku menemukan menu yang cocok untuk dimakan yaitu sop ceker dan sambel terong penyet. Sop ceker mewakili rasa asin dan sambel terong mewakili rasa manis. Rasa lainnya sudah gak bisa dirasakan tapi entah bagaimana aku suka. Selama 2 hari berturut aku makan menu itu.
Hari berikutnya garang asem menjadi menu favorit. Beberapa hari itu memang aku banyak makan protein hewaninya dibanding makan nasi. Karena lihat nasi saja mual banget.
Selama isoman, urusan makan ini sangat boros karena mengandalkan delivery order. Beberapa kali pesan yang gak biasa juga macam orang yang sedang ngidam. Tapi ketika udah sampai gak jadi dimakan karena udah mual duluan 😂.
Sampai hari ini, hari ke 13, aku masih mengalami anosmia. Belum bisa mencium bau. Rasa makanan juga masih belum kembali pulih seperti sedia kala.
Kemarin, aku nyoba beli makanan di warung prasmanan favorit. Semua menu yang biasanya aku suka diborong. Tapi setelah disiapkan malah membuat ilang nafsu makan. Sama sekali gak pengen makan menu itu. Dipaksa-paksa malah mual. Yaudah akhirnya dianggurin soalnya Ayi juga mengalami gejala yang sama. Anosmia dan selera makannya menurun.
Hari ini, kami sepakat beli Nasi Padang. “Kalau masalah rasa, daripada nebak-nebak dan jadinya malah gak kemakan kayaknya lebih aman beli nasi Padang saja. Rasanya udah terbukti di mana-mana identik” usul Ayi. Aku setuju. Belilah nasi padang sebungkus untuk berdua via Gojek. Ternyata gak habis juga.
Sorenya kami bingung mau makan apa. Rencananya mau beli penyetan seperti yang aku beli waktu hari pertama demam itu tapi ragu. “Jangan-jangan hanya enak di bayangan tapi kalau udah dihadapi jadi gak selera lagi”. Kami pun mengurungkan.
Akhirnya diputuskan beli mie ayam 😂😂😂. Aku tanya berkali-kali, Ayi menjawab dengan mantab mau mie ayam bakso. Ya udah aku turuti. Itu adalah salah satu makanan favorit kami. Tapi ternyata juga sama, sodara-sodara. Kami gak habis seporsi. 🤣🤣🤣