Tujuan Pendidikan Menurut Rabindranath Tagore

Banyak tujuan pendidikan yang dikemukakan para ahli salah satunya dari Rabindranath Tagore yang terlahir di Kolkata, India. Rabindranath Tagore, seorang penyair, filsuf, dan pendidik asal India, memiliki pandangan unik dan holistik tentang pendidikan. Ia percaya bahwa pendidikan harus berfungsi untuk mengembangkan potensi manusia secara utuh—baik secara fisik, intelektual, estetika, maupun spiritual. Berikut adalah tujuan pendidikan menurut Rabindranath Tagore:

Pengembangan Kebebasan Diri

Pendidikan harus dapat membantu anak untuk menjadi individu yang bebas berpikir, bertindak, dan berkembang secara alami. Unsur kebebasan anak (freedom) ini sama dengan prinsip pendidikan anak yang diusung oleh Montessori yaitu Liberation of Child.

Tagore menekankan pentingnya anak diberi kebebasan untuk mengembangkan segala potensi yang dimilikinya secara intelektual maupun sosial atau hubungannya sesama manusia. Sebaliknya jika seorang anak terlalu dibatasi akan menyebabkan perkembangan potensi atau kreativitasnya terganggu.

Harmoni antara Manusia dan Alam

Keselarasan antara manusia dengan alam sangatlah penting untuk dijaga menurut Tagore. Untuk itu, anak-anak harus diberikan kesempatan untuk tumbuh secara alami karena anak juga bagian dari alam itu sendiri. Selain itu, Tagore juga menenkankan pentingnya anak untuk belajar di lingkungan terbuka atau dekat dengan alam bukan di dalam lingkungan kaku seperti ruangan kelas.

Sekolah yang didirikan Tagore, Shantiniketan dirancang dengan konsep agar anak-anak bisa belajar langsung dari lingkungan terbuka sehingga proses belajar mereka bisa mendapatkan inspirasi dari proses atau keindahan alami. Sekolah model ini pada saatnya nanti menginspirasi Ki Hajar Dewantara untuk mendirikan Taman Siswa di Indonesia.

Integrasi antara Pengetahuan dengan Nilai-Nilai Spiritual

Salah satu tujuan Tagore mendirikan Shantineketan adalah untuk melawan sekolah yang didirikan oleh kolonial Inggris waktu itu. Salah satu tujuan pendidikan yang dilakukan koloni adalah untuk menciptakan rakyat yang penurut dan ‘sedikit terpelejar’1. Hal itu dilakukan untuk mendapatkan tenaga kerja yang murah sehingga nilai-nilai spiritual diabaikan pada proses pendidikan yang dilakukan.

Selain mengajarkan nilai-nilai spiritual, Tagore juga menekankan pentingnya belajar menggunakan bahasa ibu, bukan bahasa Inggris. Hal ini dilakukan untuk membuat anak lebih mengenal dan merasakan keluhuran bangsanya sendiri. Dengan penguatan nilai spiritual yang diajarkan menggunakan bahasa ibu diharapkan anak-anak memiliki jiwa nasionalis yang tinggi serta tidak menjadi orang yang serakah karena semangat spirit yang telah melekat pada jiwanya.

Pengembangan Kreativitas dan Ekspresi Diri

Salah satu komponen penting dalam hal pendidikan anak menurut Tagore adalah Kreativitas dan Kepresi diri. Anak-anak diajari belajar sambil beraktivitas seperti menari, menyanyi, atau kesenian lainnya. Harapannya melalui aktivitas itu dapat memantik bakat dan potensi anak lebih luas lagi. Selain itu, kegiatan ini juga dapat meningkatkan kepercayaan diri untuk tampil ke publik dengan segala kemampuan atau potensi yang ada.

Gus Baha’ pada banyak kesempatan kajiannya selalu menekankan pentingnya memaklumatkan (mendeklarasikan) diri bagi orang yang berilmu sehingga orang lain tahu kalau ada orang berilmu yang bisa dijadikan guru. Memaklumatkan diri bukan bearti sombong ibarat seorang dokter yang memasang plang bertuliskan jadwal praktek di depan rumahnya tidak dikatakan sombong.

Pengembangan Kemandirian

Kemandirian anak adalah salah satu tujuan pendidikan yang paling banyak disampaikan oleh tokoh termasuk Tagore. Anak diajari berjalan, ganti baju, makan, mandi, dan lain sebagainya dengan tujuan agar mereka bisa mandiri. Pengetahuan dan keilmuan lain yang diajarkan padanya juga dalam rangka membuat mereka bisa mandiri termasuk dalam hal belajar mengembangkan diri sendiri (autonomous development).

Kemandirian yang ditanamkan pada anak menurut Tagore meliputi kecapakan diri untuk melakukan hal-hal praktis dalam kehidupan sehari-hari (lifeskill) ataupun kecakapan intelektual dan spiritual. Kalau dalam ajaran Islam, kemandirian itu adalah suatu keniscayaan karena tugas manusia di bumi ini adalah sebagai khalifah.

Sarana Perdamaian dan Persatuan Global

Tujuan pendidikan yang paling paripurna menurut Tagore adalah terbentuknya perdamaian dan persatuan global. Manusia tidak lagi disekat-sekat oleh batasan suku atau kelompok yang kecil. Perbedaan yang ada pada masing-masing kelompok, suku, atau negara malah menjadi khazanah penting dalam merawat bumi ini agar tetap nyaman untuk dijadikan tempat tinggal.

Tagore percaya bahwa pemahaman dan pengamalan anak-anak terhadap budaya yang berlau di sekitar mereka dapat membuat mereka dapat menghargai budaya-budaya yang dianut oleh orang lain. Pak Faiz di dalam bukunya Filosofi Pendidikan Anak menyampaikan kalau setiap bagian dunia memiliki kearifan masing-masing, memiliki sistem pengetahuannya sendiri-sendiri sehingga bila bisa saling betemu, berdialog, atau memberi masukan maka akan sangat luar biasa2 [manfaatnya].


  1. Fahruddin Faiz, Filosofi Pendidikan Anak, (Yogyakarta: MJS Press, 2024), hal. 42 ↩︎
  2. Ibid., hal 44. ↩︎

Discover more from Blogger Sejoli

Subscribe now to keep reading and get access to the full archive.

Continue reading